I Wanna Live [Second Shot]

Title: I Wanna Live [Second Shot]

Author: heeShinju and Donghae’s wife

MC: Kim Heechul, Lee Donghae, Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Kim Ryeowook

OC: Lee Haejin, Kim Tami, Hwang Minra

Genre: Thriller, Horror (?)

Length: Three Shots

Rating: PG-15

Cover credit: superpunch.blogspot.com and editing by heeShinju

Disclaimer: Heechul punya heeShinju, Donghae punya Haejin, yang lain diobral #plaak. Ff ini terispirasi dari salah satu episode dari manga Ghost Hunt, tapi storyline nya kami kerjakan bareng dan pake mikir, jadi jangan diplagiat seenak dengkul.

I Wanna Live [Second Shot]

 

Di mana Minra?

Tidak satu pun dari mereka mampu berkedip dan bernafas mendengar pertanyaan Sungmin itu. Gara-gara mati lampu dan keributan tadi, tidak ada satu pun yang sadar bahwa salah satu dari mereka berkurang. Tami gemetar dari kepala sampai ke kaki, Heechul merangkulnya makin erat.

“Mungkin dia panik dan kabur, tapi kita tidak sadar,” ucap Heechul.

“Tidak mungkin,” bantah Donghae, “saat menahan Tami di pintu tadi, aku tidak merasakan ada seseorang yang melewati pintu.”

“Ha… haha… masa, sih, Minra-noona…” Ryeowook mengeluarkan tawa histeris.

“Tenang dulu!” ucap Kyuhyun, “Kalau melihat sifat Minra, dia mungkin sedang bersembunyi untuk mengerjai kita.”

Pelan-pelan mereka semua mulai mengatur nafas.

“Ya… mungkin saja begitu, tidak, pasti begitu!” seru Sungmin.

Haejin mulai kesal dan melupakan takutnya, “Ya!!! Hwang Minra!! Keluar lah, ini tidak lucu!!!”

“Jangan bercanda, Minra-ya, jebal…” mohon Tami sambil mencengkram ujung jaket Heechul, dia memandang berkeliling ruangan dengan cemas, bulu kuduknya sudah meremang semua.

“Kita cari saja, dia pasti sedang bersembunyi di sekitar sini!” ajak Sungmin.

Wajah Tami sudah putih dan benar-benar putih, Haejin merangkulnya, sementara Tami sudah mau menangis mengkeret di belakang Heechul. Heechul nampak berpikir keras.

“Ayo kita cari…” kata Kyuhyun akhirnya, Heechul mengangguk.

“Villa ini besar, ada baiknya kita berpencar, untuk mempermudah saja.” Saran Sungmin, Kyuhyun dan Heechul mengangguk.

“Tami, kau di sini saja ya… kau dan Ryeowook,” saran Donghae cemas.

JDER! Rasanya bagaikan petir menyambar begitu mendengar Donghae mengatakan hal itu. Haejin melepaskan rangkulannya pada bahu Tami, dan memalingkan wajahnya. Haejin tahu, tidak tepat untuk merasa cemburu pada saat seperti ini, tapi hatinya semakin berdenyut! Mau dipikirkan berapa kali, sebaik apa pun Donghae, tapi dia terlalu nihil di mata Donghae! Dia juga wanita, dan dalam keadaan begini, dia juga takut! Tapi kenapa hanya Tami, Tami, dan Tami lagi!

“Aku tidak mau ditinggal!” cicit Tami.

“Tenang, kan sudah kubilang, aku akan menjagamu… kenapa kau tidak percaya sih?” tanya Heechul pada Tami.

“Kita mencar berdua-berdua saja, biar aku sendiri…” usul Kyuhyun. “Heechul Hyung, kau dan Tami… Ryeowook dan Sungmin, Haejin dengan Donghae…”

“Aku denganmu saja!” kata Haejin pada Kyuhyun saking gusarnya.

Baik Donghae, Tami, Heechul, Ryeowook, dan Sungmin menatap Haejin kaget, Kyuhyun mengangkat alis. Haejin jadi mau menangis, dia kesal pada Donghae, pada Tami, dan pada Minra!

“Ya sudah, ayo…” Kyuhyun menarik tangan Haejin.

Heechul merangkul Tami, dan membawa Tami menyusuri bagian bawah rumah, Sungmin dan Ryeowook ke bagian luar rumah, dan Donghae masih diam di tempat, memikirkan nasibnya, kenapa Haejin seperti menghindarinya, dan memilih bersama Kyuhyun? Apa karena dia tidak cukup pemberani? Tapi akhirnya dia mulai mencari Minra juga.

Lima belas menit kemudian semuanya sudah berkumpul lagi. Minra tidak di temukan, dan Tami benar-benar sudah nyaris menangis lagi. “Minra, sih… aku sudah bilang, jangan bicara sembarangan… dia pasti dibawa…”

“Tidak ada yang seperti itu, Tami-ya…” kata Heechul tidak sabar.

“Lalu di mana dia sekarang?” tanya Sungmin gusar.

“Tebakanku, dia di hutan…” kata Heechul yakin. “Kau kan tahu dia tidak penakut…”

“Tapi tadi di pintu dia tidak ada…” sangkal Donghae.

“Belum dicari…” seru Heechul.

Kyuhyun melirik keluar jendela vila mereka, “Tapi, diluar gelap sekali, Hyung, dan tadi dia hilang dalam keadaan mati lampu, bagaimana mungkin dia bisa keluar dari sini?”

“Kita belum mencarinya, lebih baik kita cari dulu,” saran Sungmin. “Kita tau sendiri Minra itu orangnya bagaimana, dia sama sekali tidak penakut, melihat darah Haejin saja dia malah menganggap Haejin berlebihan, lalu dia sangat percaya diri saat kita bermain jalangkung tadi, kurasa adegan mati lampu itu juga dia sendiri yang merencanakan.”

Haejin mendesah, “Hwang Minra, jinja!”

“Tapi ini hutan, Sungmin-ah…” kata Donghae menggeleng.

“Kau di sini saja kalau begitu, temani Tami,” kata Heechul pada Donghae. “Ryeowook juga kalau kau takut… Sungmin, aku, dan Kyuhyun akan mencari Minra, biar bagaimana pun anak itu harus kembali!”

“Aku ikut,” kata Haejin.

“Haejin, jangan…” larang Tami.

Donghae menggigigit bibir, Ryeowook mulai gelisah. Sekarang Kyuhyun melirik Haejin, Heechul dan Sungmin menatap Haejin. Haejin memang tidak menyatakan ketakutan sedikit pun, tapi dari bahasa tubuh dan tingkat kepucatan wajah Haejin, semua tahu Haejin pasti shock juga.

“Tak usah khawatir, Donghae di sini kok menemanimu…” kata Heechul pada Tami. “Ryeowook bagaimana?”

“Aku ikut.”

“Kalau Haejin pergi aku pergi!”

Haejin menoleh menatap Tami, yang wajahnya sudah penuh permohonan, semua melirik Haejin.

“Tapi, Tami, kau bisa pingsan nanti kalau pergi dengan ketakutan seperti itu,” kata Donghae akhirnya, dia menatap Heechul. “Hyung, dia tidak usah pergi, kan? Dia di sini saja, kan?”

Heechul mengangguk, “Jangan memaksakan diri, Tami.”

“Tapi aku tidak mau ditinggal!”

Haejin masih diam saja, Kyuhyun menepuk bahunya, “Sudah, tinggal saja ya?” bujuknya, “Kau temani Tami.”

“Bukankah ada Donghae?” tanya Haejin dengan nada sinis.

“Haejin-ah, dia mau bersamamu, biar bagaimana pun kau kan perempuan, kasihan…” bujuk Donghae.

“Tidak mau!” jerit Haejin, hingga semua mata menatap kepadanya, pupil Donghae melebar, tidak pernah Haejin membentaknya, membentak siapa pun saja tidak pernah. “Kau saja yang di sini! Aku mau cari Minra!” lanjut Haejin judes.

Kyuhyun menepuk bahu Haejin lagi. “Sudah… kau kenapa sih?” Haejin diam, dan menatap ke arah lain.

Akhirnya mereka semua masuk hutan bersama-sama, Kyuhyun, Heechul, dan Sungmin yang penasaran di depan, diikuti Ryeowook yang gemetaran, disusul Tami yang sepertinya tidak akan berjalan kalau tidak digandeng oleh Donghae, dan Haejin berjalan paling belakang, dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaket, menatap ke arah Tami dan Donghae yang berjalan di depannya.

Setelah mencari di hutan, dan tidak ketemu, mereka kembali ke dalam vila lagi, dengan wajah kelelahan dan suara serak akibat berteriak-teriak memanggil Minra.

“Aneh, kita sudah berteriak-teriak. Minra sekali pun, pasti tahu batas. Kalau dia mendengar kita memanggilnya dengan nada tidak ingin bercanda begitu, dia pasti sudah keluar dari persembunyiannya,” kata Sungmin.

“Apa jangan-jangan dia terjatuh? Atau pingsan?” terka Haejin ngeri.

“Mungkin sebaiknya kita cari sekali lagi,” usul Ryeowook.

Kyuhyun menggeleng, “Kalau pun benar dia terjatuh dan pingsan, gelap-gelap begini kita mustahil mencarinya. Kita hanya punya senter tangan saja, sama sekali bukan peralatan yang memadai untuk mencari orang hilang.”

Teman-temannya mau tidak mau setuju dengan ucapan Kyuhyun itu. Kecuali…

“Minra tidak akan dapat kita temukan lagi, dia pasti disembunyikan oleh penunggu rumah ini,” kata Tami lagi.

“Lagi-lagi berkata seperti itu,” kata Heechul setelah hening lama.

Tami memandangnya tersinggung, “Kenapa, sih, tidak ada yang percaya padaku? Oppa juga…”

“Sudahlah, kita semua sudah capek. Besok, kalau Minra masih tidak muncul, kita langsung turun gunung dan lapor polisi, biar mereka yang cari Minra,” tampik Heechul.

Laki-laki mengangguk setuju, sementara Haejin dan Tami abstain saja. Kyuhyun melirik jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi, dan melihat wajah semuanya yang tegang dan kelelahan, sepertinya memang sudah waktunya mereka beristirahat.

“Ayo tidur, sudah malam, doakan saja besok Minra kembali,” sepertinya Heechul berpikiran sama.

“Mana bisa tidur, sih? Teman kita hilang dan belum kembali,” desah Haejin.

“Kau ada asma, Haejin-ah, jangan bandel deh,” kata Kyuhyun lagi.

“Ayo, istirahat, wajahmu sudah pucat sekali, Tami-ya…” kata Donghae. “Nanti kau sakit, ayo, ayo, ayo…” Donghae mengajak semua temannya tidur.

Haejin mengembuskan napasnya kesal, dan berdiri lalu memimpin naik tangga, Kyuhyun, Sungmin, Heechul, Tami, dan Donghae mengikutinya sampai ke depan kamar cewek-cewek.

“Kalian yakin nggak apa-apa tidur berdua saja?” tanya Kyuhyun.

“Yakin, jangan cari kesempatan dalam kesempitan, dong!” Haejin memeletkan lidahnya, keduanya masuk ke kamar, mengganti piyama, dan naik ke kasur.

***

Keesokan harinya, mereka semua terjaga subuh-subuh, entah memang sudah terbangun, atau memang karena tidur mereka tidak nyenyak, dan masih menanti dengan cemas kepulangan sahabat mereka. Sehingga pukul tujuh pagi, semua sudah berpakaian rapi, dan siap kembali ke kota.

“Aneh, ponselku kok tidak bisa dipakai menelepon? Sinyal, kan, penuh…” Heechul mengutak-atik ponselnya.

Mendengar itu, semuanya bergantian mengetes ponsel mereka, dan semuanya mendapatkan hasil yang sama, tidak bisa menelepon, mengirim sms, padahalbar sinyal penuh.

“Lalu bagaimana?” tanya Ryeowook.

“Dia… dia mengincar kita semua,” gumam Tami.

“Apa?” sela teman-temannya.

Tami menolak mengulang kembali kalimatnya tadi dan hanya berkeras, “Pulang! Pokoknya pulang!”

‘Setuju, lebih baik kita segera meninggalkan tempat ini,” gumam Donghae memerhatikan seisi vila.

“Tapi, Minra bagaimana?” tanya Kyuhyun.

“Yang penting kita segera ke kota, memberitahu polisi, dan biar polisi yang cari Minra,” kata Sungmin.

Haejin mengangguk setuju saja.

“Ayo…” Heechul keluar dari ruangan, diikuti yang lainnya sambil membawa barang-barang mereka lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil.

Setelah semua duduk di dalam mobil dan Heechul di balik kemudi, Heechul memutar kunci kontak, lalu menstarter.

Hening.

“Waeyo?” tanya Haejin.

Heechul masih diam dan terus memutar kunci kontak. Kyuhyun mulai mencium ada yang tidak beres dengan van mereka, “Hyung?”

“Mogok, mobilnya nggak mau nyala!”

“Mwo?!” pekik Tami.

“Jinja!” Sungmin langsung turun dan memeriksa mesin depan bersama Heechul dan Kyuhyun.

Tami, Haejin, Ryeowook, dan Donghae turun juga, dan meski mesinnya sudah di utak-atik berulangkali, hasilnya nihil! Bunyi pun tidak mau itu mobil!

“Kita jalan kaki saja,” usul Kyuhyun.

Heechul mendongak ke langit, semua mengikuti arah pandangannya, dan langsung berpikiran sama, dalam hitungan jam, akan ada badai disini. “Seperti yang kalian lihat, badai. Sial! Kenapa begini aneh, sih? Padahal kita turun untuk mencari bantuan juga untuk menemukan Minra, tapi sekarang sepertinya kita semua yang malah akan terjebak!”

“Menurut Hyung baiknya bagaimana?” tanya Kyuhyun.

“Kyu, kau dan aku turun ke bawah, kita cari pertolongan, yang lain di sini saja, barangkali Minra kembali, atau kalian coba cari Minra mumpung hari terang di hutan,” putus Heechul setelah berpikir beberapa saat.

“Oke, Oppa, Kyu… hati-hati,” pesan Haejin.

“Kalian juga,” Kyuhyun dan Heechul buru-buru turun ke kaki gunung untuk mencari pertolongan.

“Kita cari Minra?” ajak Sungmin sedikit ragu.

Haejin mengangguk yaki, “Mumpung terang…”

“Sebentar lagi badai, kita di dalam saja, nanti kau sakit,” kata Tami pada Haejin. “Kau kan ada asma.”

Haejin menoleh pada sahabatnya itu, “Ini masih terang, Tami-ya, masa kau takut sih?”

“Jebal, aku hanya tidak mau terjadi apa-apa padamu.”

“Aku tidak akan kenapa-napa,” kata Haejin lagi. “Ayo Sungmin, kita cari di hutan, Ryeowook, mau ikut?”

“Aku ikut.”

“Donghae di sini, kan?” tanya Haejin, belum sempat Donghae menjawab, Haejin sudah berpaling dan mendahului Sungmin dan Ryeowook berjalan ke arah hutan, meninggalkannya dan Tami di dekat mobil.

Tami menggigit bibir, menatap kepergian Haejin.

“Kau kenapa?” tanya Donghae.

“Haejin, aku takut terjadi sesuatu padanya… tempat ini berbahaya, Donghae-ah… aku tahu kalian menganggapku stress karena ketakutan, tapi percayalah, tempat ini memang aneh. Aku merasakannya sejak kita datang.”

“Aku percaya padamu,” sahut Donghae cepat. “Kau bukan orang yang akan sembarangan bicara, kau lebih memilih diam jika tidak yakin.”

Donghae juga menatap hutan, dalam hati, dia juga mengkhawatirkan hal yang sama, dia ingin sekali ikut ke hutan, dan memastikan bahwa Haejin tidak akan kenapa-napa, tapi…

“Kejar sana,” sepertinya Tami tahu apa yang dipikirkan Donghae.

“Lalu meninggalkanmu sendiri di tempat yang berbahaya? Tentu tidak…”

“Donghae, kalau terjadi apa-apa padanya bagaimana? Kau mau kalau Haejin kenapa-napa?”

“Kau bercanda? Aku lebih baik mati kalau dia kenapa-kenapa!”

“Makanya, kejar dia,” dorong Tami.

“Yah, kau pikir aku cowok yang hanya peduli sama cewek yang kusuka saja? Kau kan juga temanku, aku juga tidak mau ada apa-apa denganmu. Apalagi sekarang  Heechul Hyung juga tidak ada di sini,” Donghae menjawab. “Lagipula, disana ada Sungmin dan Ryeowook, Haejin tidak akan apa-apa,” dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Tami menghela napas dalam-dalam dan tersenyum, “Seperti biasa, kau memang terlalu baik.”

Sementara itu, tiga orang yang mencari telah masuk cukup jauh ke dalam hutan yang masih sedikit terang karena berkas-berkas cahaya yang menembus dedaunan. Walau demikian, sebenarnya ketiganya menyangsikan bahwa Minra akan masuk sejauh ini sendirian. Setelah hutan semakin merapat, mereka memutuskan kembali ke vila dari pada mereka juga tersesat, dan mendapati Donghae dan Tami masih belum bergerak dari tepi mobil.

“Tak ada?” tanya Tami.

Haejin menggeleng, “Kami terlalu jauh ke dalam, tapi rasanya tak mungkin Minra pergi sejauh itu dalam keadaan gelap gulita.”

“Heechul Hyung dan Kyuhyun belum kembali?” tanya Sungmin.

“Belum,” geleng Donghae.

Ryeowook memandang langit yang kian gelap, “Sudah dua jam padahal, aku khawatir badai.”

“Sepertinya memang sebentar lagi ada badai, ayo kita ke dalam saja,” ajak Donghae.

Pelipis Tami berdenyut ketika mereka masuk ke dalam vila, semuanya nampak tidak bersemangat untuk sekedar mengobrol, sehingga mereka hanya duduk diam di ruang keluarga vila tersebut. Sesekali Haejin melirik jam dinding, Ryeowook merubah posisi duduknya, Tami menghela napas, Sungmin menekan pelipisnya, dan Donghae yang diam bersandar di sofa tunggal yang dia duduki.

“Kita susul saja, yuk,” kata Tami.

Semua menoleh padanya, dan kaget mendapati dirinya sedang berurai air mata ketakutan. “Aku takut terjadi sesuatu pada kita disini, dan pada Heechul Oppa dan Kyuhyun di bawah, sebaiknya kita tetap terus bersama-sama, jangan berpencar seperti ini.”

“Tak akan ada apa-apa, Tami-ya…” bujuk Donghae.

“Semalam Heechul Oppa juga bilang begitu, tapi kenyataannya apa?” tanya Tami histeris. “Minra hilang! Dan sekarang Heechul Oppa… dan Kyuhyun… apa kalian tidak merasa ini seperti hitungan mundur? Aku tidak mau! Aku tidak sanggup berdiam diri terus di sini! Aku mau pulang! Atau setidaknya lebih baik kita bersama-sama!”

“Kau terlalu ketakutan,” bujuk Sungmin juga.

“Tenang, Tami-ya…” bujuk Haejin.

“Aku tidak mau! Villa ini, villa ini…” dia nampak gemetaran.

Donghae menghampirinya dan menggenggam tangannya, “Tenang, ya, tenang… coba tarik napas dalam-dalam, jangan pikirkan hal jelek, kita harus berpikir positif… aku tahu kau takut, Tami-ya, tapi percayalah… Heechul Hyung dan Kyuhyun adalah orang yang kuat, mereka tidak akan kenapa-napa.”

“Haejin kau mau kemana?” tanya Sungmin tiba-tiba, saat melihat Haejin yang sudah di ambang tangga.

“Aku mau tidur!” sahutnya ketus. “Aku bukan Tami yang bisa mengeluarkan kecemasanku dengan menangis seperti itu, kalau aku terus di sana bersama kalian, asmaku akan kumat, dan kemudian aku akan mati di tempat! Lebih baik aku tidur…” ujarnya sinis.

Sungmin dan Ryeowook saling pandang.

Aku ingin hidup.

Tami tersentak dan memandang berkeliling.

“Kenapa?” tanya teman-temannya.

Bukannya menjawab, Tami langsung berlari mengejar Haejin, “Haejin-ah!! Tunggu!” serunya.

Begitu berhasil mengejar Haejin ke kamar, Tami langsung terkejut karena Haejin sedang menangis, “Haejin, kau kenapa?”

Haejin terisak sambil menutup wajahnya, duduk di atas tempat tidurnya, Tami langsung menghampirinya, “Haejin-ah, kau kenapa? Apa yang terjadi?  Apa kah kau mengalami sesuatu?”

Haejin menghempaskan tangannya, “Lepas!” jeritnya.

Tami tersentak, Haejin tidak pernah memperlakukannya seperti ini sebelumnya. Tami menelan ludah dan berkata pelan-pelan, “Kau sakit, ya, Haejin-ah?”

“Ani!” sahut Haejin judes.

“Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?”

“Kau tidak perlu tau! Kau tidak perlu urus aku! Urus dirimu sendiri! Sudah lemah, kau juga cengeng!” hardik Haejin begitu saja pada Tami yang tidak mengerti. “Jangan pedulikan aku! Urus saja dirimu sendiri sekarang!”

Mata Tami memanas, ada apa dengan Haejin? Kenapa tiba-tiba seperti ini?

“Kau cengeng sekali, sedikit-sedikit minta pulang, sedikit-sedikit minta pulang, kemana sifat ceriamu yang biasa?! Kenapa sekarang kau tiba-tiba menjadi manja seperti ini?!” tanya Haejin mengeluarkan semua amarahnya.

“Aku tidak bermaksud begitu, Demi Tuhan, tapi aku memang takut… tempat ini tidak baik…”

‘Jangan jadikan tempat ini alasan!” teriak Haejin, kali ini dia sudah berdiri dan gemetaran dari ujung rambut hingga ujung kaki, dia sudah menahan semua sesaknya dari kemarin. “Kau cari perhatian sekali! Apa tidak cukup aku memperhatikanmu, Heechul Oppa, dan semuanya? Kenapa kau masih tetap bersikap seperti ini?! Aku benci sikapmu yang begini!”

“Tapi, kenapa?”

“Kenapa? Kau masih perlu tanya kenapa?!”

“Tapi, Haejin-ah, sumpah, alasanmu konyol… kenapa kau harus marah? Aku benar-benar takut, aku tidak bohong…”

“Ya! Aku juga wanita, aku sama sepertimu, aku juga takut, tapi aku tetap pergi kesana, kemari, bersama cowok-cowok, sementara kau dijaga, tidak boleh ketakutan, tidak boleh sampai sakit…” isak Haejin mengingat semua perlakuan Donghae pada Tami. “Sementara aku sudah berdarah-darah kena pisau, shock, tapi bisa berusaha tegar, tetap bisa berdiri, kenapa kau lemah sekali, sih?!”

Tami ikut emosi mendengar nada suara Haejin, “Maksudmu aku cari perhatian? Jebal, aku hanya jujur pada perasaanku, kalau takut ya bilang takut, nggak usah sok kuat!”

“Terus, jadi cewek lemah, gitu?!” balas Haejin. “Cewek lemah yang cuma peduli pada keamanan dirinya sendiri? Minta-minta pulang sekarang, padahal ada teman kita yang hilang. Kau mana peduli, kan? Jelas tidak! Pada perasaanku saja kau tidak peduli! Yang penting kita kabur dari sini, yang penting ada Donghaemu yang menjagamu terus, kan? Bagaimana kalau aku hilang?! Kau akan menyeret Donghae pergi dari sini segera kan?”

“Kau kenapa bicara begitu?!” jerit Tami.

“Kenapa memangnya?! Memang itu kan yang kau rasakan, tak peduli Minra kenapa-napa diluar, yang penting kau aman, kau tidak ketakutan, dan kau dijagain!” teriak Haejin. ”Lebih aku hilang daripada melihat semua sikap memuakkanmu itu di depan Donghae!” Haejin keluar dari kamar dengan membanting pintu.

Di luar, Haejin menangis lagi, dia kesal pada Donghae, Tami, keadaan, dan sedikit-banyak pada dirinya sendiri. Dia tahu kalau bukan salah Tami sepenuhnya, tapi entah kenapa dia tidak bisa mengontrol rasa cemburunya meski Kyuhyun berulangkali berkata bahwa Donghae hanya baik hati saja! Tapi baik hatinya pada Tami, pada dirinya tidak!

Sementara itu, di dalam Tami juga menangis, setengah heran, setengah kesal pada semua ucapan Haejin. Semua kemarahan Haejin tadi berputar-putar di kepalanya.

Pada perasaanku saja kau tidak peduli! Yang penting kita kabur dari sini, yang penting ada Donghaemu yang menjagamu terus, kan?

Tami mencoba mengatur nafasnya dan menenangkan diri. Tadi Haejin, mengatakan, “Donghaemu,”… Tami tersentak. Astagaaaa, jadi Haejin cemburu? Dia salah paham tentang perlakuan Donghae pada dirinya. Duh, ini salah Donghae yang terlalu baik, tapi dirinya juga harus diakuinya kurang peka pada perasaan orang lain.

Tami menghapus air matanya. Dia harus segera mengatakan semuanya pada Haejin, bahwa tidak ada apa-apa di antaranya dan Donghae, selain hubungan kedua sahabat yang saling menjaga rahasia tentang orang yang mereka sukai.

Belum sempat Tami meraih gagang pintu, seseorang berbisik di telinganya: Aku ingin hidup.

BLAAAAAARRR!! Petir menyambar dan hujan beserta angin mulai mengamuk di luar.

“KYAAAAAAAAAA!!!”

***

“KYAAAAAAAA!!” Haejin mendengar jeritan Tami di kamar dan mencibir, petir saja takut, dasar cewek tukang cari perhatian!

“Haejin-ah? Suara apa itu?” panggil sebuah suara.

Dengan jengkel tingkat tinggi, Haejin mengangkat wajahnya yang dari tadi terus ditundukkannya sambil duduk di depan pintu kamar sambil menangis, dan berseru galak pada Donghae, “Apa, sih? Dia cuma takut petir!”

“Haejin-ah?? Wae geurae??” Donghae terperanjat melihat wajah Haejin yang sembab, “Uljima, jebal…”

Donghae otomatis menghapus air mata di wajah Haejin, namun Haejin menepis tangannya tanpa berkata-kata. Donghae diam, namun ikut duduk di lantai di samping Haejin.

“Tanganmu masih sakit?” tanyanya.

“Apaan, sih, nanya sekarang? Udah basi, tauk,” Haejin jutek.

“Maaf,” kata Donghae.

Entah kenapa nada suara Donghae yang lembut melunakkan hati Haejin, atau mungkin memang dia tidak akan bisa tahan lama-lama marah pada Donghae.

“Kau keterlaluan, Donghae-ya,” kata Haejin.

“Apa? Aku kenapa?” tanya Donghae polos.

“Melihatku menangis, kenapa bukannya menghibur?” pertanyaan itu terlompat begitu saja dari mulut Haejin, mengingat perlakuan Donghae pada Tami saat Tami yang menangis.

Donghae tidak langsung menjawab pertanyaan itu, melainkan memalingkan wajahnya, baru kemudian berkata lirih, “Apa yang harus kukatakan? Aku selalu kehilangan kata-kata jika di dekatmu.”

Haejin tidak berani berkedip mendengarnya, “Apa?”

Donghae langsung berdiri tanpa berani menatap Haejin, “Nggak, bukan apa-apa,” dia lalu berjalan menjauh.

Haejin mengikutinya, “Donghae-ya, tadi kau bilang apa?” kejarnya.

Donghae bergumam tidak jelas lalu mengalihkan topik pembicaraan, “Aku penasaran dengan kamar yang terkunci itu. Mumpung Heechul Hyung dan Kyuhyun belum juga kembali, kupikir sebaiknya aku menggunakan waktu untuk mencoba mambukanya,” dia berhenti di depan sebuah pintu yang kemarin tidak jadi mereka masuki.

“Gila, kau mau mencoba kunci sebanyak itu satu-satu?” Haejin terperanjat melihat serencengan kunci yang dipegang Donghae.

“Kenapa tidak?” Donghae mengangkat bahu lalu mulai mencoba memasukkan satu persatu anak kunci ke lubangnya.

Donghae bekerja dalam diam, sementara Haejin memperhatikan wajahnya tanpa sadar. Adegan-adegan saat Donghae membela Tami, masih terus terbayang olehnya.

“Kenapa melihatku seperti itu?” tanya Donghae sambil matanya tetap pada pintu, namun wajahnya mulai memerah.

“Donghae-ya, seandainya aku ketakutan dan histeris seperti Tami… apa yang akan kau lakukan?” tanya Haejin.

Donghae sejenak berhenti mencoba kunci, kemudian meneruskannya lagi sambil menjawab, “Aku akan memastikan lebih dulu agar kau tidak perlu merasakan takut.”

“Jawaban apa itu? Jadi, karena selama ini aku tidak menunjukkan perasaan takut, maka kau selalu memperhatikan Tami saja?” kesal Haejin.

“Kau yang tidak memberiku kesempatan untuk memperhatikanmu. Seandainya kau sekali saja bilang, ‘Temani aku saja, Donghae-ya,’ maka aku pasti…”

“Jadi, harus bilang dulu?”

“Jebal, aku selalu tidak tahu harus berbuat apa jika menyangkut dirimu. Aku selalu takut.”

“Takut? Takut apa?”

“Takut aku salah lalu kau membenciku—ah, terbuka!” seru Donghae begitu pintu itu menceklik terbuka.

Begitu pintunya terbuka, bau debu langsung menyembur, “Wah, debunya parah sekali. Haejin-ah, kau di sini saja,” suruh Donghae pada Haejin.

Haejin mengabaikan larangan itu dan ikut masuk sambil menutupi hidung dan mulut dengan lengannya, “Jadi, kalau Tami tidak perlu bilang-bilang dulu, begitu?”

Donghae menhidupkan lampu yang langsung menerangi kamar yang berisi lemari buku dan meja tulis itu. Tampaknya itu adalah ruang baca atau ruang kerja.

“Aish, kalau Tami… jika aku salah, aku tinggal minta maaf, sesederhana itu. Lagi pula…” Donghae menerawang, “tiga tahun aku sekelas dengannya, tak sekali pun kulihat Tami seperti kemarin dan hari ini.”

“Apa maksudmu?” tanya Haejin sementara Donghae mulai memeriksa rak-rak buku.

“Dia biasanya tidak pernah terang-terangan menyatakan keinginannya.”

“Ah, masa?” potong Haejin cepat, paling Tami begitu di depan Donghae saja.

“Hmmm, coba kutebak. Di kamar kalian, Minra yang pertama mengambil tempat tidur dekat jendela, kan? Lalu, Tami menyuruhmu tidur di tempat tidur tengah yang masih kena angin karena kau asma, kan?”

Haejin sempat heran karena tebakan Donghae benar, tapi rasa heran itu dengan cepat berganti dengan perasaan sebal lagi, sebegitu jauhnya kah Donghae memahami Tami?

“Lalu, apa hubungannya dengan Tami yang kau bilang tidak pernah terang-terangan menyatakan keinginannya?” tanya Haejin sambil menyilangkan lengan.

“Sudah kuduga, kau tidak tahu. Tami juga punya asma, Haejin-ah,” ucap Donghae kalem.

Rasa sebal Haejin tiba-tiba menguap, “Tami juga… asma?”

Donghae mengangguk, “Tapi, tidak separah dirimu, makanya dia selalu mengalah tanpa bilang apa-apa padamu. Oh, sebelum kau salah paham, aku tahu karena kebetulan asmanya pernah kambuh di kelas,” senyum Donghae lembut. “Dia yang biasanya mengalah, tahu-tahu menyatakan keinginannya dan ketakutannya, makanya aku pikir ini benar-benar serius. Lagi pula, kau tahu apa yang dikatakannya padaku waktu kau mencari Minra ke hutan?” tanya Donghae.

“Apa?” tanya Haejin pelan.

“‘Haejin, aku takut terjadi sesuatu padanya…’” Donghae mengutip kalimat Tami, lalu menambahkan, “kurasa yang paling membuatnya ingin kita pulang adalah karena dia tidak sanggup kalau kau juga sampai hilang seperti Minra.”

Seketika itu juga, kecemburuan dan kemarahan Haejin tadi pergi, hilang entah ke mana. Astaga… bagaimana dia bisa sepicik itu dan dikendalikan cemburu? Kyuhyun benar, Donghae hanya baik saja pada Tami, itu pun karena Tami bersikap aneh. Donghae tahu banyak hal tentang Tami hanya karena mereka berdua sekelas, itu kan sama saja dengan dirinya dan Kyuhyun. Lalu, Tami… benarkah selama ini Tami selalu memikirkan Haejin? Kenapa selama ini dirinya tidak sekali pun sadar Tami juga punya asma, misalnya?

“Haejin-ah,” nada suara Donghae berubah. “Coba lihat ini,” dia menunjukkan sebuah buku tebal pada Haejin.

“Apa itu?” Haejin mendekat dan membaca beberapa halamannya.

Sepertinya itu adalah buku harian.

“Mungkin punya pemilik villa ini,” simpul Donghae.

“Hmm,” gumam Haejin tanpa benar-benar memperhatikan. Pikirannya sekarang jadi penuh dengan pertengkaran sia-sianya dengan Tami tadi.

“YAH! KALIAN BERDUA! Dari tadi kucari-cari, rupanya kalian disini!” bentak Heechul.

“Hyung!”

“Oppa! Sudah pulang?”

“Sudah dari tadi. Malah aku sudah ganti baju kering. Kalian pasti tidak mendengar kepulangan kami gara-gara badai ini.”

“Lalu, bagaimana?” tanya Donghae.

“Jalanan tertutup longsor,” jawab Heechul lelah. “Apa itu?” dia menunjuk buku harian itu.

“Oh, ini? Buku harian pemilik villa ini,” jawab Donghae, sementara Haejin menghela nafas.

Longsor… apa lagi yang akan terjadi sekarang?

“Yah~ kembalikan saja itu,” kata Heechul, namun Donghae malah membawa buku itu keluar sebelum mengunci ruangan itu lagi.

Heechul hanya mengangkat bahu, “Dasar, melanggar privasi orang. Sudah lah, aku memanggil kalian ini, kan, tujuannya tadi untuk mengajak makan. Ryeowook sudah masak, tuh.”

“Wah, ternyata sudah waktunya makan siang,” gumam Donghae sambil melihat jam tangannya.

Sebenarnya mereka malahan terlambat makan, jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga. Tidak ada yang menyadari karena di saat-saat tegang seperti ini, siapa, sih, yang bisa tetap nafsu makan? Apalagi langit gelap di luar membuat mereka kehilangan orientasi waktu.

“Aku panggil Tami dulu,” gumam Haejin saat mereka melewati pintu kamar wanita.

Haejin membuka pintu tersebut pelan-pelan, sedikit canggung harus ngomong apa sama Tami, maklum baru berantem. Di benaknya, Haejin sudah mempersiapkan berbagai kalimat mengajak baikan. Tapi, rupanya sia-sia saja karena Tami, toh, tidak ada di kamar.

“Ah, jadi Tami sudah turun duluan,” pikir Haejin, lalu turun ke ruang makan. Teman-temannya sudah mengelilingi meja yang menampung beberapa masakan sederhana buatan Ryeowook.

“Ayo, Haejin-ah, makan,” panggil Donghae.

Haejin mengambil satu dari tiga kursi kosong yang mereka sediakan—heh? Tiga?

“Tami belum turun?” tanya Haejin.

Kelima temannya serentak menatap Haejin bingung.

“Kami pikir kau tadi memanggilnya ke kamar?” Heechul bertanya sambil langsung berdiri.

“Dia…” jantung Haejin mulai berdetak tidak karuan, “tidak ada di kamar… kupikir sudah turun duluan.”

JDEERR!! BLAAARR!!! Petir saling menyambar lagi, kali ini disertai mati listrik, tapi hanya satu jeritan wanita yang terdengar—dari Haejin yang otomatis memekik kaget. Saat itu juga mereka serentak berpikiran sama. Hitungan mundur tersebut diam-diam sudah dilanjutkan…

“TAMI-YA!!”

***

__To Be Continued__

Annyeong… buat yang belum kenal, kenalan dulu yuk, yuk… heeShinju a.k.a. Aya imnida *salam perkenalan yang terlambat*. Saya hanya author penakut yang nekat coba-coba bikin genre horror gara-gara pengaruh komik. Jadi, mohon sangat dimaafkan kalau ni ff gak serem. Di part satu, saya mau minta maaf karena ana dua typo. Yang pertama, warna rambut suami (?) saya, Heechul, harusnya hitam, tapi kemarin tertulis pirang. Yang kedua, villanya terletak di tepi jurang a.k.a di gunung, bukan laut (sumpah bedanya jauh amat ==”). Sori, ngeditnya sambil ngantuk jadi begitu, deh. Sampai jumpa malam Jumat minggu depan, staycun, ya… kritik dan saran sangat ditunggu di @heeShinju. Kamsa hamnida…

22 thoughts on “I Wanna Live [Second Shot]

  1. yah setiap ilang satu lgsung tbc.
    penasaran nih -__-
    degdegan juga tapinya dikira si heechul ma kyu ikutan ilang.

  2. aigoooo haejin cemburumu berlebihan deh ==”…
    qo tami jadi yg ke dua,,aku kira dia bakal jg terakhir…
    makin seru neh,,jadi nebak” sendiri siapa ya selanjutnya?? sungmin kah?? *asal* XDD

  3. kenapa tami ilang? tadi mikirnya yg ilang tuh chul ma kyu,eh ternyata mereka balik. aduhhhh deg deg an baca nih ff,penakut tapi pensaran ma lanjutannya.
    itu yg ilang diumpetin aja apa dibunuh yaa? pelakunya setan yaa? ampunnn

  4. aigoo, terbitnya tiap mlm jum’at?
    jd agak ngeri u,u
    skrg tami yg ilang?
    T.T
    TBC pula saat tami ilang?
    tambah ketakutan saya ><

  5. nah kan….
    tami kmana tuh…??? jangan blg itungan mundurnya dari t4 tdr *sotoy*
    haejin disini nyebelin bgt sumpah… *timpuk*

  6. Bentar ya..
    Td author hee bilang kalu heechul punyanya..berarti tami..
    Pertanyaannya adalah..
    Kok authornya udah jd korban duluann??? Hehe..
    #pertanyaan gak penting
    *diinjek*

    Heu,,knp pd gk prcya sm tami sie,,ngilang kan dia..
    Ckckck..

    Waah..haejin cemburunya nyebelin neh.. *diinjek lg*

  7. hehe bagus2, bikin orang geregetan karena pas TBC pas lagi seru2nya. Trus deskripsinya lumayan. Kalo bisa lebih dihororin. supaya begitu pada baca langsung merasakan aura “gelap” nya. LANJUUUT!!!

  8. semalam ga baca , alasannya karena malem jum’at
    kkk~
    ternyata emang diposting tiap malam jum’at yaa xD
    serem ini
    ngagetin pas hae sm haejin lg d ruang baca, tiba2 ada yg berteriak
    taunya heechul toh yg berteriak
    haduh2 -_-‘
    itu taminya udah ilang kan? trus haejinnya juga ilangkan pas di ruang makan itu?
    ckck cewek2 duluan ya yang out
    lanjutannya ditunggu unniedeul x)

  9. Pupupupupu.
    Lanjut dong! Jangan lama2
    Lagi baca ff ini tiba2 petir dan mati lampu :O
    Mantep!
    Lanjutkan!!

  10. huaaa motongnya pas bget sih. .bkin penasarannn><
    tegang bacanya. .dugaanku slh mulu nih ckckckc. .haiss.
    aku kirain tuh hantu bakal muncul di hutan,di ruang baca. .eh trnyta gak ada apa-apa.
    gak sabar nunggu lnjutannya

  11. yah,, TBC.. bikin penasaran ajj…
    was2, deg2an baca ny!!!
    kirain heechul atau kyu yg bakal ilang,, tau ny mreka balik lg!!!
    kyaaa, skrng Tami yg ilang!! aduhhh
    kok cwe2 duluan yg ilang y??? ky ny setan ny ngincar cwe2 ny,, wah jgn2 nanti haejin yg ilang selanjut ny??? *sotoy plaxx**
    haejin cemburu ny berlebihan, nyebelin jd ny!! * mian nisya eonn ^_^ *
    lanjutan ny d tunggu bgt eonnideul!!!

  12. YAK AYA UNNIE HAE UNNIE KNP G ADA SATUPUN YG NGASIH TW INI PART UDH KELUAR??!! #ngamuk tami ilang juga?! JANGAN2 ABIS INI HAE UNN LG?? HUWAAA!(?) yah drpd saya makin menggila dan tersakiti(?) mendingan saya undur diri dulu! babaaaai~! 🙂

  13. *gasp* ikutan deg2-an pas baca.. Suer deh, untung sore bacxanya,klo gk spooky juga *jeder* lnjutannya donng 🙂

  14. minra ilang…..
    tami juga ilang…
    abis itu sapa lagi????jangan wookie deh yaaaa///
    pengen baca malem tapi gak berani takut gak bisa tidur…. seru ceritanya, bikin penasaran apa sich penyebabnya,,,, T.T

  15. koq gw curiga ne sebenernya bukan kerjaan setan dh -____-“a

    tammi i;ang? tuh kamuflase bukan seh…

    rada trauma komen panjang TT______TT takut kae part 1 ga masup *nangis*/moga ini masup

    bismillah

    bwt aya salam kenal ^^

  16. makin seru ini. udah itu si minra ilang kan. kasian banget deh.
    itu yang paling kasian sebenernya tami kalo kata kau. itu tuh si aya eon yah? kim tami? #plakk~
    dia udah berusaha nahan rasa takutnya. yang laen pada gamau dengerin dia juga. trus temennya ngilang gtu. suasanya makin kacau dan menakutkan gtu. terus haejin temen yang kayaknya berarti banget buat tami eh malah cemburuan tanpa tau hal yang sebenernya. wajar sih kalo haejin cemburu kayak gtu. cuma yah kasian tami yang gatau apaapa. mana gtu taminya malah ngilang juga yah. kasian banget aku sama dia deh.
    makin seru. kalo ceritanya horror mysterynya bukan setan aku demen deh #plakk

Leave a comment