Blurred Sign ~The 3rd Sign~

Perhatikan ini sebelum membaca :

  1. BERSIHKAN PIKIRAN KALIAN DARI IMEJ CAST DISINI DI FF LAIN SEPERTI : JINHAEXY, RINWONTIC, KYUNARA SCENE, RIHYUK, DAN CHIMIN YANG BIASA, KARENA INI AKAN JAUH BERBEDA!!!
  2. Sekali lagi saya ingatkan : ini FANFICTION, dan TIDAK NYATA, jadi buat yang keep complain about karakter Donghae yang begini-begitu, seperti di When I Fall tadi pagi… tolong diingat-ingat ya, ini FANFICTION, harap dibedakan mana yang FACT mana yang FICTION!
  3. Selamat membaca, btw WIF akan saya teruskan kalau banyak yang keep support… makasih buat yang udah kasih support ^^
Title : Blurred Sign
Author : Nisya (pacardonghae & Donghae’s Wife)
Genre : Romance, Friendship, Alternative Universe
Length : Chaptered
Main Cast :
  • Lee Donghae
  • Lee Haejin
  • Lee Jonghyun
Minor Cast :
  • Cho Kyuhyun
  • Choi Siwon
  • Lee Hyukjae
  • Kwan Nara
  • Park Ririn
  • Kim Yoonri

Blurred Sign ~The 3rd Sign~

”Gwenchana?” Haejin memiringkan kepalanya, dan membuat rambut panjangnya mengikuti gerakan kepalanya, menjatuhkan helai demi helai rambut hitamnya satu persatu. Mata bulatnya menatap Donghae serius.

   Donghae masih merasakan lambaian lembut tangan Haejin di kepalanya, kemudian dengan perlahan dia membuka matanya, dan tersenyum kecil. ”Ne.” senyumnya.

   ”Johta!” Haejin menarik kembali tangannya.

   ”Err…” potong Nara tiba-tiba. ”Jadi nanti malam kita akan ke rumah Hyukjae?” tanyanya sedikit canggung.

   Haejin menoleh, dan mengangguk, seperti tak ada adegan drama yang terjadi sebelumnya.

   ”Pukul berapa?” tanya Siwon gantian.

   ”Makan malam saja, sekalian makan malam di rumahku, toh besok belum akan ada tugas kan? Masih akan perkenalan dengan guru-guru, jadi pulang jam sembilan tak akan apa-apa. Ibu dan ayahku akan senang melihatku bisa langsung membawa banyak teman.” Cerita Hyukjae panjang lebar.

   Haejin terbahak. ”Hyukjae-ssi, kurasa Eommamu tipikal sama sepertimu ya? Gaul!”

   ”Ah, kau bisa saja, tapi kau memang benar~ dan pastinya Eommaku dan Appaku sangat cantik dan tampan, hingga bisa melahirkan anaknya yang seperti ini.” Lagi-lagi semua tertawa mendengar ucapan super pede dari Lee Hyukjae. ”Cobalah kalian lihat betapa bersinarnya aku?”

   ”Ya~ kau bersinar karena rambut kuningmu itu!” tunjuk Nara.

   ”Oooh~” Haejin menepuk tangannya menunjuk Nara. ”Kau style favoritku!” mereka ber-high five ria menertawakan Hyukjae yang terus mengeluarkan kontra argumen dari kata-kata Nara barusan. Tanpa terasa, waktu memang berlalu bagai terbang jika mereka menikmatinya. Pukul tiga sore, mereka sudah berdiri di depan gerbang, masing-masing memegang secarik kertas putih berisikan alamat lengkap rumah Hyukjae.

   ”Sudah kuprediksi rumah Hyukjae jauh sekali dari rumahku,” keluh Kyuhyun. ”Kurasa sebelum senja aku harus sudah berangkat,” dia menggaruk kepalanya lagi nampak khawatir.

   Siwon mendongak dari kertasnya. ”Memang rumahmu dimana, Kyuhyun-ah?”

   ”Oh, di belakang Dongdaemun Plaza, Siwon-ah.” Jawab Kyuhyun. ”Setidaknya kalau mau tiba di rumah Hyukjae pukul tujuh ya, petang aku sudah harus berangkat.” Kyuhyun memperkirakan jarak rumahnya.

   ”Aku juga di daerah Dongdaemun, Kyuhyun-ssi, di sebelah mananya rumahmu?” tanya Nara penasaran.

   ”Ah, dua blok di belakang Plaza.” Jelas Kyuhyun.

   ”Oh, lebih jauh rumahku sedikit,” Nara mengangguk-angguk.

   Ririn kemudian menanyakan dengan jelas detil alamat Hyukjae, sementara Hyukjae menjelaskan, Yoonri pamit, bahwa dia telah dijemput oleh kakaknya, dan dia tidak ada masalah mencari alamat Hyukjae, karena kakaknya sendiri yang akan mengantarkannya ke rumah Hyukjae nanti malam.

   ”Kalau begitu sudah jelas?” tanya Hyukjae pada Ririn.

   ”Ne, rumah kita tidak begitu jauh,” Ririn tersenyum.

   Hyukjae mengangguk. ”Baguslah, Siwon-ssi kau juga sudah jelas, kan?”

   Siwon mengangguk. ”Kurasa teman SMP-ku dulu ada yang tinggal di dekat sana, tidak terlalu asing tempatnya. Jam tujuh aku pasti sudah di rumahmu, Hyukjae-ya.”

   ”Baguslah, kalau begitu kita pulang?” tanyanya pada Ririn. ”Rumah kita dekat? Mau ikut?”

   ”Oh tentu,” Ririn bersorak. ”Haejin, Nara, Siwon, Kyuhyun, Donghae… kami duluan.” Dia melambai mengikuti Hyukjae yang juga melambai menuju ke arah parkiran mobil.

   Haejin, Donghae, Siwon, Kyuhyun, dan Nara melambai.

   ”Jja~ Nara-ssi, rumahmu Dongdaemun Plaza juga, kan? Naik MRT yang sama kalau begitu?” tawar Kyuhyun.

   Nara mengangguk. ”Oh, majyeo!”

   ”Kalau begitu segera, nanti terlambat ke rumah Hyukjae, kami duluan~” Kyuhyun juga pamit, begitu juga Nara mereka langsung keluar dari pekarangan sekolah. Tinggal Siwon yang juga pergi ke parkiran mengambil mobilnya, setelah mengucapkan sampai jumpa pada Haejin dan Donghae.

   Donghae melirik jam tangannya. ”Kurasa kita juga harus cepat, rumah kita juga tidak dekat dengan rumah Hyukjae.”

   ”Oh~” Haejin mengangguk.

   Mereka berdua keluar dari pekarangan dan berjalan menuju halte  bus terkedat sampai deru mesin motor yang cukup keras mendekat, dan berhenti di samping trotoar tempat keduanya berjalan. Donghae dan Haejin berhenti, melihat motor sport hitam besar yang familiar itu. Lalu sosok dibalik jaket kulit hitam dan helm hitam itu terlihat setelah ia membuka helmnya.

   ”Haejin-ah, mau ikut Oppa?” tawar Jonghyun.

   ”Hee?!” Haejin terkejut, dan menunjuk dirinya sendiri. ”Oppa mengajakku pulang bersama? Naik motor?”

   Jonghyun mengangguk, tanpa menatap Donghae yang berdiri di belakang Haejin. ”Rumah kita kan jauh.”

   ”Mwo?! Shiro!” tolak Haejin sambil berbalik dan menarik Donghae.

   ”Ya!” teriak Jonghyun.

   Haejin berhenti dan berbalik. ”Wae?!” balasnya berteriak.

   ”Kenapa kau tidak mau?” tanya Jonghyun heran. ”Cuaca cukup terik, dan perjalanan jauh. Kau bisa menghemat kartu transportasimu dengan naik motor.” Jelas Jonghyun panjang lebar.

   ”Ya, Oppa~ aku bukan anak manja! Lagipula Donghae akan pulang dengan siapa kalau aku ikut Oppa?!”

   ”Dia kan bisa pulang sendiri, dia takkan keberatan!”

   ”Aku yang keberatan! Sudah Oppa jangan bawel, lebih baik Oppa jemput Taemin~” dan Haejin buru-buru menarik Donghae masuk ke dalam bus yang sudah tiba di halte, dan tengah membuka pintu depannya.

   Jonghyun menghela napas berat melihat adiknya dan Donghae itu. Jonghyun tetap terus di tempatnya menatap lurus saat bus itu pergi, dan dari kaca belakang bus tersebut itu pun, Jonghyun bisa memperhatikan Donghae dan Haejin duduk. ”Tidak bisa seperti itu terus.” Gumamnya lirih.

*           *           *

Donghae mendadak diam, dia memikirkan tatapan Jonghyun. Kakak Haejin itu, memang tidak terlalu dekatnya seperti ia dekat dengan Taemin, terlebih dengan Haejin. Mereka hanya bertukar sapa saja, atau membicarakan hal-hal umum, sejak kecil. Donghae hapal betul sifat Jonghyun yang teratur, dan kalem, dan lebih suka melihat kedua adiknya bermain, dan memisahkan mereka jika mereka berdua sudah bertengkar.

    Tapi sejak tadi pagi, sepertinya Jonghyun Hyung sedikit berubah kepadanya, apa yang terjadi? Haejin kemudian menyikut pelan bahu Donghae, berbanding terbalik dengan tenaga yang biasa gadis itu keluarkan pada orang lain, terutama pada Taemin.

   ”Kok diam?” tanya Haejin dengan mata bulat polosnya.

   ”Gwenchana, ada yang kupikirkan,” jawab Donghae.

   ”Apa?” tanya Haejin penasaran.

   ”Kenapa kau tidak mau pulang bersama Jonghyun Hyung?” tanya Donghae penasaran. ”Sebetulnya, apa yang dia bilang benar lho, cuaca panas, dan jarak sekolah ke rumah kita cukup jauh.”

   Haejin memutar matanya. ”Lalu kau pulang dengan siapa?” tanyanya.

   Donghae terkekeh, lalu mendorong dahi Haejin pelan sekali dengan telunjuknya. ”Kau kira aku masih kecil?” Donghae tertawa. ”Gwenchana, kalau kau mau pulang dengan Oppamu.”

   ”Aku tidak mau, aku mau pulang bersamamu.”

   ”Waeyo?” tanya Donghae penasaran.

   ”Memang kau berharap aku mau menjawab apa? Kau ini seperti bukan dirimu saja… ya, kita selalu seperti ini sejak kecil dulu, kenapa sekarang kau baru bertanya kenapa aku mau pulang bersamamu?”

   ”Dulu kan Jonghyun Hyung tidak menawarimu tumpangan.” Donghae memberikan alasan.

   Haejin kemudian menatap lurus ke depan dan mulai berpikir serius lagi, Donghae mulai terkekeh, pasti jawaban konyol nan polos akan keluar lagi. Benar saja, ketika Haejin menjawab. ”Aku canggung dengannya.” Dan tentu saja membuat tawa Donghae berderai, hingga membuat banyak orang di bus menatap ke arah mereka. Tapi, begitulah Donghae dan Haejin, jika sudah saling kontak, maka mereka tidak akan menyadari orang-orang di sekitar mereka dalam radius dekat.

   ”Bagaimana mungkin kau bisa canggung dengan kakakmu sendiri?!” tanya Donghae heran setelah puas tertawa.

   ”Molla~ ya! Berhenti tertawa… kenapa kau menertawakanku?!” sungut Haejin.

   ”Arasseo~” Donghae langsung diam tapi masih tersenyum.

   ”Dan semakin tua dia semakin cerewet saja.” Keluh Haejin.

   ”Kau semakin besar semakin galak saja,”

   ”Aku cuma galak pada Taemin,”

   ”Kasihan Taemin, kau tidak boleh begitu.”

   ”Dia yang membuatku kesal tadi pagi.”

   ”Masalah shampo saja, ya ampun~” Donghae memutar matanya.

   ”Bagiku masalah shampo adalah masalah penting.” Haejin berkeras. ”Kau kan tahu rambutku itu sensitif, sementara shampoku itu tidak bisa dibeli di toko kelontong biasa. Kalau habis mendadak bagaimana?” tetap saja Haejin tidak terima.

   ”Arasseo~ aku senang kau memperhatikan rambutmu,” gumam Donghae.

   ”Wae?” mata Haejin membelalak.

   ”Membuatmu terlihat seperti perempuan,”

   ”Ya~” Haejin menyikut Donghae cukup keras. ”Kau kira selama ini aku apa, hah? Laki-laki?”

   ”Aniyo, bukan begitu~”

   Mereka terus berdebat soal sikap Haejin sampai di stasiun, bahkan sampai mereka tiba di hal terakhir menuju tempat tinggal mereka. Sesekali Haejin mengejar Donghae yang kalimatnya membuat Haejin sebal, namun tetap ia tidak bisa marah, keduanya tertawa-tawa hingga mereka tiba di depan dua buah rumah yang berjejer, dengan model dan luas yang nyaris sama, dengan sedikit perbedaan di bagian warna, dan bagi penghuninya pun, terlihat perbedaan besar di bagian aura.

   Tapi yang membuat keduanya terdiam, ada sebuah mobil Chevrolet Captiva hitam besar terparkir di depan pekarangan rumah nomor delapan.

   ”Kutunggu pukul enam,” Donghae mengelus kepala Haejin pelan sambil menatap nanar mobil itu.

   Haejin refleks menahan lengan Donghae, dan menggeleng, matanya yang bulat dengan dominasi warna cokelat tua yang benar-benar pekat memancarkan sorot horor. ”Ani! Jangan, jangan sekarang… kau ke rumahku saja.” Mohon Haejin, dia gemetaran, bibirnya berubah putih. ”Jebal, turuti permintaanku, Hae, kalau kau sayang padaku… jebal, jebal!” mohon Haejin.

   Donghae diam melihat Haejin gemetaran setengah mati dan wajahnya memucat. Harusnya ia yang merasakan itu, harusnya ia yang ketakutan seperti itu. Tapi, melihat Haejin seperti itu, ada suatu perasaan yang membuncah di dadanya, seperti ketakutannya terangkat, seperti Haejin yang mengambil dan merasakan ketakutan dalam dirinya, menggantikan tempatnya.

   ”Aku takkan apa-apa, dia ayahku,” Donghae menenangkan sahabatnya itu.

   Haejin menggeleng-geleng. ”Jangan~ memarmu belum sembuh benar, aku mohon~” kini Haejin sudah memeluk Donghae erat-erat. ”Memarmu belum sembuh, dan aku tidak mau terjadi apa-apa padamu, jangan~ aku tidak akan tenang di rumah, Hae… jebal, pikirkan aku.” Tiba-tiba Haejin sudah menangkup wajah Donghae dengan kedua tangannya, matanya menatap Donghae serius. ”Jangan sekarang… nanti malam, setelah kita kembali dari rumah Hyukjae, kau boleh pulang… tapi aku mohon, jangan sekarang.”

   Donghae akhirnya mengangguk, tak tega melihat Haejin ketakutan, ”Iya…” dia mengelus air mata yang jatuh dari mata Haejin. ”Iya, sudah jangan takut…” Donghae memeluk sahabatnya itu. ”Aku tidak akan apa-apa, ayo… tidak baik menangis di pinggir jalan seperti ini, ayo kita masuk… nanti Ahjumma khawatir,” dan Donghae menarik lembut Haejin ke dalam rumahnya, dengan Haejin yang memeluknya sambil menangis kecil.

   Haejin mengusap keras air matanya begitu masuk ke dalam rumah, disambut dengan Hyori yang masih mengenakan celemek dan sedang membersihkan ruang tengah. ”Eomma~”

   ”Sudah pulang…” sambut Hyori sambil tersenyum.

   ”Sore, Ahjumma…” Donghae membungkuk sambil tersenyum.

   ”Sore, sudah makan?” tanya Hyori sambil mengedip jail pada Haejin yang langsung mengomel panjang pendek soal ikan, karena dia sudah bisa menebak kalau Eommanya ini yang membuat Yoojin Ahjumma memasakkan ikan, dan sebagai pelengkap penderitaannya, Donghae yang diharuskan memaksanya makan.

   Haejin dan Donghae naik ke atas, Donghae mengganti pakaiannya di kamar mandi, sementara Haejin di dalam kamarnya sendiri. Haejin selesai mengganti pakaiannya lebih dulu, diluar dia mendapati Jonghyun belum tiba.

   Aneh, padahal Jonghyun kan naik motor, seharusnya lebih cepat daripada naik kendaraan umum sepertinya dan Donghae tadi, kan?

   Pintu kamar mandi terbuka, Donghae sudah mengganti seragamnya dengan pakaian santai, di tangannya terlipat rapi seragamnya. Haejin langsung mengambil seragam Donghae dan membawanya ke mesin cuci, lalu menggabungkannya dengan seragamnya sendiri yang sedang direndam.

   ”Othe, kita mau apa sekarang? Nanti sore baru kita ke tempat Hyukjae.” Haejin berbalik menatap Donghae yang bersandar di dinding menunggunya.

   Donghae menatap jam tangannya lagi. ”Setengah lima,”

   Haejin menguap.

   ”Tidur dulu?” tawar Donghae.

   ”Tapi nanti bangunnya susah,” tolak Haejin meregangkan tubuhnya.

   ”Tak apa, nanti kubangunkan, ayo tidur dulu,” dia mendorong Haejin dengan posisi bermain kereta-keretaan menuju kamar Haejin. Haejin langsung tidur di pangkuan Donghae.

   Donghae mengelus rambut Haejin pelan, seperti biasa jika ia mau menidurkan sahabatnya itu.

   ”Bada tidak tidur?”

   ”Aku tidak mengantuk, tapi aku istirahat saja,”

   Merasakan helaian tangan Donghae, Haejin pelan-pelan memejamkan matanya dan mulai terbawa ke alam mimpi.

*Meanwhile*

Jonghyun menghentikan motornya di depan pekarangan rumahnya dan melihat Chevrolet Captiva hitam berhenti di depan halaman rumah sebelahnya, Jonghyun kemudian menatap jendela kamar Haejin dan mendesah. ”Mereka pasti ada disana sekarang.”

   Jonghyun lalu memasukkan motornya ke dalam carport-nya, melihat baru motornya saja yang tiba. Mobil ayahnya dan motor Taemin juga belum meramaikan carport tersebut. Jonghyun melepas helmnya dan meletakannya di sebuah lemari yang terletak di sudut carport tersebut, dan melepaskan sarung tangannya. Ia kemudian masuk ke dalam dapur melalui pintu samping.

   ”Eomma~” sapanya.

   ”Sudah datang,” sambut Hyori sambil tersenyum.

   ”Aku tadi ke toko buku, tak kusangka terlalu asyik disana, kesorean… Haejin dan Taemin sudah pulang?”

   Hyori menggeleng sambil meletakkan gelas-gelas kering ke dalam lemari kaca. ”Haejin sih sudah, tapi Taemin belum. Katanya ada tugas, tapi tugas apa di hari pertama sekolah begini?”

   ”Donghae disini?” tanya Jonghyun.

   Hyori mengangguk. ”Dongwook ada di rumah, takkan mungkin Donghae pulang ke rumahnya sekarang.”

   Jonghyun mengambil gelas dan membuka keran air, lalu menyorongkan gelas tersebut hingga terisi setengahnya, dan dia menenggaknya. ”Mau sampai kapan Donghae menghindari ayahnya, Eomma?”

   ”Kau salah bertanya, Sayang,” sahut Hyori sambil membuka kulkas dengan ringan. ”Sampai kapan Dongwook mau menolak Donghae terus menerus seperti ini? Setiap Donghae pulang, selalu berakhir dengan dia terluka.”

   Jonghyun mengangguk-angguk. ”Kasihan juga, tapi… apa mungkin jika pada akhirny Donghae tidak mengalah pada Dongwook Ahjussi, dan tetap disana, Dongwook Ahjussi akan terbiasa?”

   ”Dan membiarkan kita bertaruh apakah Dongwook akan tetap membiarkan Donghae terluka, atau tiba-tiba tidak bernyawa?” Hyori berbalik sambil mengangkat alis. ”Memangnya kau tega?”

   ”Tidak, sih…” gumam Jonghyun lagi.

   ”Dan Eomma sedikit heran denganmu, sejak semalam kau tiba-tiba kau bertanya ini-itu soal Donghae. Kau mulai tidak suka dengan keberadaannya di dalam rumah kita?” tanya Hyori.

   Jonghyun menggeleng. ”Bukan begitu, Eomma~”

   ”Lalu?”

   ”Hanya saja,” Jonghyun duduk di kursi makan. ”Aku berpendapat, hubungan Donghae dan Haejin sudah terlalu berlebihan. Eomma tidak seharusnya membiarkan mereka seperti itu, usia mereka sudah enam belas tahun sekarang… aku percaya mereka berdua masih polos.”

   Hyori mengangguk-angguk.

   ”Tapi ini sudah SMA, Eomma… pergaulan mereka akan berkembang, dan kalau Eomma membiarkan mereka berdua seperti itu terus…”

   ”Ya ampun, Jonghyun… kau khawatir soal itu?” tanya Hyori terkekeh geli. ”Biarkan saja~” ucapnya lagi. ”Kau mau memisahkan mereka? Mereka hanya sahabat, Jonghyun-ah.”

   ”Aku tidak pernah melihat dua sahabat seperti itu, Eomma~”

   ”Karena kau tidak merasakan apa yang mereka rasakan,” jelas Hyori halus. ”Donghae tidak punya siapa-siapa yang menjadi tempatnya menangis. Dia hanya punya ibunya, yang juga sudah cukup tertekan dengan masalahnya sendiri, Donghae tidak punya kakak atau adik sepertimu. Dia cuma punya Haejin sejak kecil…”

   Jonghyun diam. ”Bagaimana kalau mereka justru saling jatuh cinta, Eomma?” tanya Jonghyun cemas.

   ”Memang ada yang salah soal itu?” tanya Hyori sambil mengedip.

   Jonghyun terbelalak memandang ibunya yang melenggang pergi begitu saja dari hadapannya.

*           *           *

”Ayo, bangun…”

   Haejin menguap dan matanya terbuka, dia masih berbaring di pangkuan Donghae, dengan satu tangannya memeluk pinggang sahabat kecilnya itu, satu tangan lagi menggenggam tangan Donghae yang bebas, dan tidak mengelus rambutnya. ”Ini sudah jam berapa?” tanyanya mengantuk.

   ”Nyaris jam enam.” Jawab Donghae.

   Haejin duduk dan meregangkan badannya.

   ”Appa tidak ada di rumah lagi,” Donghae mengintip melalui jendela kamar Haejin. ”Aku pulang sebentar ya, aku mau mengecek keadaan Eomma.”

   ”Yoojin Ahjumma pasti baik-baik saja.” Haejin menenangkan Donghae, otomatis.

   Donghae tersenyum. ”Aku tahu, selama Appa tidak melihatku, dia takkan melakukan apa pun pada Eomma.” Ucapannya ringan, tapi mengandung sedih yang mendalam, Haejin langsung mengelus kepala Donghae lagi. ”Aku tak apa, aku hanya akan mengecek Eomma sebentar, kau ganti baju saja, sebentar lagi kita ke rumah Hyukjae. Oke?”

   ”Ne.” Haejin mengangguk.

*Rumah Donghae*

Donghae membuka pintu rumahnya pelan-pelan, tetap mengecek keberadaan sepatu ayahnya. Sepatu ayahnya tak ada, dengan berani Donghae melangkah lebih jauh ke dalam rumah.

   ”Eomma…” panggilnya pelan.

   ”Donghae,” Yoojin muncul dari ruang tengah, wajahnya penuh senyum, dan nampak bahagia. Donghae tersenyum melihat ibunya seperti ini, ibunya pasti tersenyum karena ayahnya.

   Jika tak ada dirinya, ayahnya takkan pernah melukai ibunya.

   ”Eomma gwenchana?” tanya Donghae.

   Yoojin mengangguk. ”Eomma baik-baik saja, ayahmu tidak melakukan apa pun pada Eomma, kau tidak perlu khawatir.” Kemudian raut wajah Yoojin berubah menjadi sendu lagi. ”Maafkan Eomma, membuatmu tidak bisa pulang ke rumah jika ada ayahmu, kau di rumah Hyori tadi?”

   ”Ne, Eomma… gwenchana, Eomma tenang saja, yang penting Eomma baik-baik saja,” Donghae benar-benar lega. ”Aku mau pergi ke rumah temanku, kami harus mengumpulkan tanda tangan orangtua kami masing-masing ke rumah kami bergantian,” kata Donghae sedikit takut.

   Yoojin menatapnya sedih, prihatin. ”Jadi?”

   ”Mereka akan minta tanda tangan Eomma dan Appa juga pada akhirnya,” Donghae menghela napas. ”Tapi aku akan melakukan sesuatu sebelum itu, aku hanya mau minta izin saja sekarang ke rumah temanku.”

   ”Iya, tak apa… pergilah, hati-hati di jalan. Soal tanda tangan ayahmu, nanti akan Eomma coba bicarakan…”

   ”Andwe~” Donghae menggeleng menahan tangan ibunya. ”Tak perlu, Eomma, nanti Eomma yang kena marah Appa, aku akan memikirkan cara lain untuk tanda tangan itu, Eomma.”

   ”Maaf, Donghae-ya…”

   ”Aniyo, gwenchana, Eomma… oke, Eomma? Aku pergi~” dan Donghae buru-buru keluar.

   Yoojin menghela napas sedih melihat anak laki-laki semata wayangnya itu yang telah berlari meninggalkan pekarangan rumahnya, menuju rumah di sebelahnya. ”Sebentar lagi dia dewasa… mau sampai kapan seperti ini?” Yoojin menggumam sendiri.

*Rumah Haejin, Pada saat yang hampir sama*

”Mau kemana?” tanya Jonghyun pada Haejin.

   Haejin mengenakan sneakers hitamnya dan mengikat talinya cepat sambil menjawab, ”Rumah Hyukjae, teman kami. Ahn Sunsangnim memberikan tugas untuk meminta tanda tangan orang tua kami berkelompok, bergantian. Dan malam ini kami akan ke rumah Hyukjae.”

   ”Repot sekali, kenapa tidak memberikan buku catatan kalian sendiri kepada Hyukjae dan meminta kedua orang tua Hyukjae menandatanganinya tanpa kalian perlu ke rumah mereka?” tanya Jonghyun.

   ”Apa Oppa pikir itu sopan?!” balas Haejin sambil menegakkan diri snekersnya sudah terpasang sempurna.

   Jonghyun menghela napas berat. ”Dimana rumah Hyukjae?”

   ”Aku tidak tahu.” Jawab Haejin cuek.

   ”Lalu bagaimana kau akan kesana kalau kau tidak tahu rumah Hyukjae dimana?” tanya Jonghyun heran.

   Haejin bertolak pinggang dan menghadapi Jonghyun. ”Kami diberikan alamatnya, kami tinggal kesana naik kendaraan, sama sekali tidak susah, kan? Apa gunanya, mata, kaki, dan otak?!” balas Haejin sarkastis.

   ”Jamkaman, waktu kau bilang kami…?” Jonghyun menatap adiknya penasaran.

   ”Oppa tidak benar-benar berpikir aku akan sendirian mencari rumah Hyukjae, kan?” tanya Haejin lagi.

   Jonghyun bersandar di sofa sambil meraih bantal kecil, dan memeluknya, menatap Haejin intens. ”Oh, aku lupa kalau kau akan pergi bersama Donghae. Dia kan tangan dan kakimu~”

   ”Dan aku tangan dan kakinya~” balas Haejin.

   ”Haejin~” panggil Hyori dari bawah. ”Donghae datang!”

   ”Aku turun~” teriak Haejin sambil mengambil tasnya, dan tanpa pamit pada Jonghyun, dia langsung turun ke bawah, Jonghyun mengikutinya turun dengan langkah keras.

   Donghae sedang mencicipi biskuit buatan Hyori, dan Haejin langsung minta disuapi. Donghae menyuapkan biskuit renyah dengan taburan choco chips diatasnya tersebut, dan Haejin memuji-muji ibunya yang pandai memasak.

   ”Ini, bawakan untuk keluarga Hyukjae,” Hyori menyerahkan sekantung cantik biskuit pada Haejin.

   Haejin mengambilnya. ”Oke!”

   ”Kalian akan pulang jam berapa?” tanya Hyori.

   Donghae menjawab. ”Semoga sebelum jam sembilan, Ahjumma, tapi kalau sudah pukul sembilan, kami akan naik taksi.”

   ”Kalian tidak mau pakai motorku?” tawar Jonghyun tiba-tiba.

   Donghae dan Haejin menoleh pada Jonghyun, begitu juga Hyori yang menepuk tangannya. ”Benar… kalian pakai saja motor Jonghyun, dengan begitu kalian lebih hemat uang dan waktu.”

   ”Ah, Oppa, baiknya…” Haejin melompat ke arah Jonghyun dan mengecup pipinya.

   Wajah Jonghyun tiba-tiba memerah, dan Haejin langsung menarik Donghae tanpa melirik sedikitpun padanya lagi. ”Ayo, Hae, kita bawa motor Oppa, kau bisa naik motor, kan?”

   ”Hati-hati,” pesan Hyori pada Donghae dan Haejin yang sudah duduk di atas motor sport hitam Jonghyun itu. ”Kalau ada apa-apa, cepat kabari kami ya. Salam untuk keluarga Hyukjae.”

   ”Bye, Eomma… Oppa~” lambai Haejin bahagia sambil memeluk pinggang Donghae yang duduk di depannya, dan menutup kaca helm Tweety-nya.

   Donghae membungkuk. ”Hyung, Ahjumma… kami pergi dulu, annyeonghikasaeyo.”

   ”Ya~”

   Jonghyun menggeleng-geleng cepat sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah diiringi tatapan heran dari Hyori. ”Eh, Taemin?! Kemana anak itu jam segini belum pulang?!” dan dia buru-buru masuk kembali ke dalam rumah.

   Sementara Donghae dan Haejin terus menembus jalan raya yang ramai, namun tidak bisa disebut padat juga. Syukurlah jalan menuju rumah Hyukjae hanya padat dan ramai. Mereka berhasil tiba di daerah rumah Hyukjae pukul setengah tujuh, sambil terus mencoba mencari-cari yang mana rumah Hyukjae.

   ”Aku rasa yang itu~” tunjuk Haejin sambil memandang alamat di tangannya menunjuk rumah yang cukup besar dengan pekarangan yang besar juga.

   ”Jinjja?!” tanya Donghae samar dari balik helmnya.

   ”Oh,” Haejin mengangguk.

   Donghae menjalankan motornya mendekat ke arah rumah tersebut, dan berhenti tepat di depan pagarnya. Haejin meloncat turun dari kursi belakang motor yang cukup tinggi, dan langsung menekan bel. Tak lama gonggongan anjing terdengar kencang saat seekor anjing cokelat muncul dari dalam kandang dan mendekati pagar, Haejin melonjak kaget.

    Pintu depan terbuka, dan cowok dengan rambut kuning itu muncul. ”Woah~ kalian tiba juga~ ya, Choco, jangan nakal! Itu teman Appa…” dia bicara pada anjingnya dan membukakan pintu pagar.

   ”Halo, Hyukjae~” sapa Haejin riang.

   ”Halo, Haejin~”

   Donghae mengendarai motor Jonghyun masuk ke dalam halaman rumah Hyukjae, dan memarkirnya. Kemudian Haejin melepaskan helm dan jaketnya, begitu juga Donghae.

   ”Kalian berangkat bersama?” tanya Hyukjae retoris.

   ”Keureom,” Haejin mengangguk. ”Waeyo? Eh, mana yang lain? Belum ada yang sampai?”

   ”Mereka dalam perjalanan, rumah Ririn ternyata dekat, lalu Kyuhyun dan Nara rumahnya jauh. Kalau Siwon, aku tidak tahu dimana rumahnya, tapi mereka semua bilang sudah dalam perjalanan.”

   Donghae dan Haejin mengangguk.

   ”Ah, iya… ini dari Eommaku,” Haejin menyerahkan kantung biskuit tersebut.

   ”Woah, gomawo, Haejin-ah… ayo masuk, masuk.” Donghae dan Haejin mengikuti Hyukjae yang dengan ramah menerimanya masuk ke dalam rumahnya. Mereka berbincang sebentar, sebelum akhirnya Yoonri, Siwon, Kyuhyun, Nara, dan akhirnya, Ririn tiba di rumah Hyukjae.

   Tujuan mereka hanya untuk mendapat tanda tangan, yang dalam lima belas menit saja sudah selesai mereka dapatkan. Tapi berikutnya, mereka malah asyik bermain satu sama lain. Kyuhyun dan Nara menemukan kesamaan mereka, sama-sama menyukai game! Keduanya sudah duduk manis di depan televisi ruang keluarga Hyukjae, tangan mereka sama-sama menggenggam joystick dan mata mereka terpancang serius. Dibelakang mereka, Ririn dan Siwon memakan camilan sambil menyemangati Kyuhyun dan Nara, sementara Hyukjae tak hentinya memuji-muji Yoonri di depan ibunya sendiri membuat Yoonri malu setengah mati, sementara Haejin terbahak-bahak melihat adegan layak drama tersebut di hadapannya.

   ”Besok kegiatan klub akan dimulai,” kata Siwon tiba-tiba. ”Kalian pada akhirnya ambil klub apa?”

   Kyuhyun dan Nara kompak menjawab. ”Robottic.”

   ”Dance,” sahut Hyukjae.

   ”Cheerleader.” Jawab Yoonri.

   Ririn menjawab. ”Kelompok Ilmiah Remaja, tapi memikirkan untuk masuk Rohani juga.”

   ”Ah, aku ada temannya~”

   ”Omo, kau ambil KIR atau Rohani?”

   ”Aku basket dan rohani,” kata Siwon lagi. ”Kau apa, Donghae-ya?”

   Donghae yang membaca komik One Piece milik Hyukjae mendongak dan menjawab. ”Aku ambil sepakbola, karena aku mendapat beasiswa sepakbola, lalu Haejin mengajakku masuk klub renang.”

   Kembali, keenamnya menoleh pada Donghae yang membaca komik, dan Haejin yang duduk disebelahnya sambil memakan cemilan. Haejin menatap keenam temannya yang tengah memandang mereka berdua heran.

   ”Ada yang salah dengan klub renang?” tanyanya.

   ”Hei, Haejin-ah, Donghae-ya,” Kyuhyun bahkan berbalik setelah mempause permainannya. ”Kalian yakin kalian hanya teman?”

    Donghae mendongak dari bacaannya. ”Hee?! Memang kenapa? Seperti anak kembar ya?”

   Keenam temannya langsung memalingkan wajah mereka, entah kenapa tidak berniat membahas hubungan Donghae dan Haejin lebih lanjut. Ada yang janggal, tapi yang janggal itu pun tetap tak bisa dijelaskan sedikit pun, karena kedua orang yang mengalaminya saja tidak tahu apa-apa, bagaimana dengan yang baru hari ini bersama mereka?

   Pukul sembilan tepat, ketujuh teman Hyukjae memaksakan diri untuk segera pulang, karena jika mereka teruskan bermain, kemungkinan besar mereka akan berakhir dengan menginap, meski kedua orangtua Hyukjae sama sekali tidak keberatan. Yoonri dijemput kakaknya, Siwon dengan senang hati mengantarkan Ririn, Kyuhyun, dan Nara, karena katanya searah.

   Pukul sepuluh kurang sepuluh menit, motor Jonghyun yang dikendarai Donghae dengan Haejin dibelakangnya pun tiba di depan pekarangan rumah Haejin. Haejin yang tadinya terkantuk-kantuk, matanya langsung terbuka lebar melihat Chevrolet Captiva hitam itu lagi-lagi ada di depan rumah Donghae.

   Donghae memasukkan motor Jonghyun ke dalam garasi, ketika pintu dapur yang bersambung ke garasi terbuka, wajah Jonghyun muncul. ”Baru sampai? Macet?”

   ”Aniyo, Hyung, kami memang baru kembali pukul sembilan,” jelas Donghae sambil menyerahkan kunci motor. ”Jeongmal kamsahamnida, Hyung motornya.” Donghae tersenyum.

    Jonghyun mengangguk singkat. ”Ne, Haejin mana?”

   ”Disini!” seru Haejin sambil melepaskan jaketnya dan helmnya sedikit di belakang Donghae. ”Oppa khawatir sekali,” matanya menyipit. ”Oppa kira Donghae tidak akan pulang tanpaku memangnya?!” serunya.

   Jonghyun menggeleng, ”Bukan begitu…” dia langsung masuk meninggalkan Haejin yang menatap tajam padanya.

   ”Dia khawatir padamu, jangan judes begitu,” Donghae mencubit pipi Haejin sambil melepaskan sarung tangannya.

   Haejin berdecak. ”Cish~ dia hanya terlalu berlebihan.”

   ”Harusnya kau senang di khawatirkan Oppamu,” kekeh Donghae sambil melepaskan jaket kulitnya perlahan, dan kini dia merapikan rambutnya, setelah merasa cukup rapi dia menegakkan diri. ”Aku pulang dulu.”

   Haejin mendesah berat, Donghae tahu apa yang sahabatnya itu pikirkan.

   ”Gwenchana, Geureumie.” Donghae mengelus pipi Haejin pelan.

   ”Aku takut.” Haejin menatap mata Donghae. ”Jangan pulang, Bada… disini saja, besok saja kau pulang.”

   ”Aku tidak boleh tidak menyapa ayahku sendiri.” Tolak Donghae halus. ”Aku akan terus minta maaf pada Appa.”

   ”Tapi apa salahmu?!” suara Haejin meninggi.

   Donghae menutup bibir Haejin dengan jarinya. ”Jangan keras-keras, kau ini~” Donghae mendorong lembut dahinya. ”Tak apa, aku takkan apa-apa, sebelum tengah malam aku sudah ke kamarmu, oke?”

   ”Berjanji akan baik-baik saja?” tanya Haejin dengan air mata telah menggenang di pelupuk matanya.

   Donghae tersenyum dan mengulurkan kelingkingnya. ”Janji.” Haejin menautkan kelingkingnya dengan cemas, selalu begini jika Donghae harus pulang, dan Dongwook Ahjussi ada di rumah.

   ”Uljima.” Donghae mengecup air mata Haejin.

   Haejin mengangguk-angguk.

   ”Give me a power…” pinta Donghae lembut.

   Haejin berjinjit untuk menempelkan bibirnya pada bibir Donghae yang hangat, kedua mata mereka terpejam. Donghae mengelus puncak kepala Haejin, saat Haejin menciumnya, dan melepaskannya.

   ”Gomawo.” Donghae mengecup bibir Haejin lagi singkat sambil tersenyum. ”Jangan takut ya~” dan Donghae meninggalkan Haejin yang tetap ketakutan di carport rumahnya sendiri.

   Donghae dan Haejin boleh saja tenggelam dalam dunia mereka masing-masing, tanpa menyadari Jonghyun terperangah sejak Haejin berusaha menahan Donghae agar tidak pulang. Jonghyun menggelengkan kepalanya, bibirnya pucat, dan matanya nyalang.

   ”Mereka… berciuman?!”

-To Be Continued-

Selesai part 3, alhamdulillah… hehehehe, part lalu banyak typo hohohoho… Nisya tuh termasuk anak yang males ngoreksi wkwkwkwkwkwk :p bandel ya? #plakk tapi makasih yang udah koreksiin…

Ada beberapa hal yang mau Nisya tambahin, di part 1 Nisya bilang Geureum itu artinya langit, itu typo… harusnya Geureum itu artinya awan ^^

Btw ini delapan belas page ms word, menurut kalian gimana kepanjangan gak? Kalau kepanjangan bakalan Nisya kurangin… takut ngebosenin, soalnya di FF ini sengaja Nisya buat alur lambat… mohon sarannya ya ^^

Terus apa lagi ya? Oh ya, masih sering nemu komen-komen yang nanya  semacam : Kok Ririn duduknya sama Kyu? Kok Nara duduknya sama Siwon? hehehe, sekali lagi ya… *kipas-kipas* tolong keluarkan imej pairing kami yang biasa… meski pada akhirnya bakalan “JADI” tapi setiap cerita punya alur, gak mungkin dong langsung tiba-tiba jadi… pasti ada apa anak-anak?

PROSES! Benar *tepuk-tangan* hahahahahaha, oke oke? Seperti yang Nisya bilang, ini bakalan jadi FF Sinetron Nisya yang kedua, setelah WSMS (When Sunrise Meet Sunset) mungkin yang pernah baca inget gimana sinetronnya itu ff hehehehehe, ya ini mau Nisya buat kayak K-Drama dikit lah… ditunggu komennya yaaa *kecup basah* karena bakalan ada hadiah di akhir seri ini, walaupun masih lama… jadi buat yang setia ngikutin dari awal, kesempatan kalian besar ^^ XoXo

Saranghae, Nisya

120 thoughts on “Blurred Sign ~The 3rd Sign~

  1. oh iya tuh kan ada kelupaaan..
    maaf yah anakmu ini nyampah tambah banyak aja mommaaa .. wkwk XD
    itu.. aku mau comment masalah poster ff boleh momma??
    hmm menurutku sih.. aku lebih suka klo yeoja yg jadi haejinnya itu ulzzang yang dipake biasanya atau enggak yg ada di poster blurred sign 1 sma 2 momma..
    hmm abis klo ngebayanginnya bora sistar rada ga rela gmana dah gtu rasanya.. kan poppa cuma buat momma.. atau enggak pake foto asli momma aja kyak yang di WIF itu loh.. aku jujur lebih suka yang kayak gtu deh mommma.. ehehe :p
    tapi itu terserah momma juga sih.. itu kan cuma pendapatku aja *peluk cium popp momma sayang :*

  2. wah kyax mreka lum sadar tuh msa shbat mpe mesra gtu…..? mo dong pnya shabat kya dongahae oppa ckckck……dttgu next chapter y…..

  3. Aigooo
    Nyuk lucu deh ky badut #plakk yaampun lwak bgt ini org 1
    Mna jinhae jg polos bgt ya beda bgt ma asliny xp
    Aaa curiga deh ama gikwang+jonghyun dsni
    Ada rasa ga enakk gt.. (?) bkal jd antagonis y kyy? #sotoy
    Tp.. Jong knapa kyy gmna gt ma haejin.dy g mgkn sk sma adeny sndri kn y? O.o

  4. Haaaa~ daebak daebak!! Ffnya daebak!! *nyengir sambil acungin jempol* hehe
    nice ff onnie ^^ aku tunggu part selanjutnya ya ;))

  5. Hmmmmm…
    Sebenarnya di konflik ini nta bingung mo komment gimana lagi Jumma… LoL
    Tapi sumpah keren neh ide ceritanya…
    Bahkan sikap JinHae pun polooos bener beda ma aslinya… *eh??*
    Wkwkwkwkwkwkwkwkwk

    Adududududuh,,,
    Ok deh… Lanjut lagi dulu aja Jumma y…
    Ntar di part selanjutnya comment lagi daaah… Hahahahahaha

  6. aigoo~
    jangan2 ntar ada masalah antara donghae-jonghyun..
    ketauan kiseu gitu.. O.O

    di tiap part di bikin penasaran sama masa lalu keluarga donghae..
    bagus bener ffnya..
    sinetron tapi ga bosenin.. 🙂

  7. akhirnya ya onnie..aku bisa mampir kesini lagi~
    fuyuuuuuh~

    kaget sumpah onn udah banyak aja ff yang belum aku baca. -____-”
    tapi aku kangen blurred sign, so aku baca blurred sign duluan. ●_●v

    tiap baca ini asli, pasti bawaannya merembes pelan2 ni air mata ;_;

    itu Jonghyun entah mengapa ya onn, aku pikir dia ada rasa sama adeknya sendiri .______.v

  8. Pingback: Blurred Sign ~The 6th Sign~ « JinHaeXy

  9. typo dh abis,kcwli nemu 1kt td yg slh,,,mksdx halte kn,tp ktikx “hal”,,,!!!hehehe

    mnrutq g kpanjangan koq nis,,,sinetron ato K-drama kn tayangx mang pnjng,,,1-1,5jam,,,jd gwenchana,,,tmbh pnjng kn tmbh puas bcx,,,!!!^^

    itu jonghyun hawatir,,,yeah smw k2 mang bkal gt m adik cwex,,,!!!
    sm ky’ oppaq yg mnrtq over protectiv,,,!!!><*malahcurcol
    i know what u feel Haejin,,,!!

    q heran,np kmrn2 q g bc ff nie y,,,?
    xesel g bc dr kmrn,,,soalx bagus bgt,,,bda nm crt jinhaexy lainx,,,!!!
    untung cpt sadar,,,!!!hahaha
    lngsng k part slanjutx de,,,!!!^^

  10. Pingback: Blurred Sign ~The 7th Sign~ | JinHaeXy

  11. DEABAKKK!!!!! EONNI DEABAK!!! CERITANYA DEABAK!!!!
    kepanjangan? menurut aku sich enggak. PASSSS BANGET!!
    SUMPAH aku ngersa gimanaa gitu waktu baca ini. sedih? iya. penasaran? banget. itu powrnya Haejin buat donghae jitu banget. waahhh~ semakin romantis saja mereka itu.
    sebenarnya itu masih di bilang kekuatan sahabat atau kekuatan cinta?. cinta?
    apa mereka bakal jatuh cinta nantinya?
    akh!! BACA PART SELANJUTNYA DULU!!!
    DAAAhhhhh~#lambai-lambai kayak artis.

  12. ahhh donghaenya kasiannn…. adegan nangis nangisan itu bikin ikutan nangis . aku aga curiga tapi sama jonghyun, jangan jangan dia mau melakukan sesuatu…

Leave a comment