My Soul in Seoul ~Chapter 3~

Title : My Soul In Seoul

Author : Aveeka Mauri (Makasih Onnie Sayang :*)

Genre : Romance, Humor

Rate : PG-15

Length : Chapter

Main Cast :

  • Lee Donghae
  • Lee Haejin “Nadine”
Supporting Cast :
  • Kim YoonRi
  • Kim Jung Hoon

….Ketiga….

Author,

Donghae tetap memeluk Nadine sementara kilatan lampu kamera masih terus menyorot mereka. Desingan pertanyaan terus memburu dan membuat Donghae makin rapat memeluk Nadine. Donghae menghentikan langkahnya namun ia menahan kepala Nadine agar tertungkup didadanya.

”Bisa diam? Dan aku akan bicara!” Ucapnya penuh intonasi penekanan dan perintah membuat semuanya diam.

Jemari Nadine meremas erat pakaian yang dikenakan Donghae. “Dia kekasihku… Benar gadis ini adalah kekasihku. Namanya Nadine Adam, dia berasal dari London… Jadi, setelah ini, tolong jaga privacynya… Jangan kalian terus memburunya dan mengganggu aktifitasnya… Dia bukan dari kalangan artis yang terbiasa dengan sorot kamera, dia punya kehidupan sendiri jadi tolong jaga kenyamanannya juga orang-orang disekelilingnya… Kalian cukup mengejarku, aku akan menjawab pertanyaan kalian. Tapi, kalau kalian memburunya dan itu kuketahui… Aku akan menutup mulut untuk apapun diluar masalah keartisanku!” Nadine diam dalam pelukan Donghae mendengarkan seksama semua ucapan yang keluar dari mulut laki-laki itu.

“Jadi… Kekasihmu bukan berdarah Korea?” Tanya seorang wartawan.

“Ibunya Korea…. Ia masih ada darah Korea… Untuk saat ini kuharap bisa menjawab rasa penasaran kalian. Bisa berikan jalan untuk kami? Kami ada keperluan lain…” Jawab Donghae mengakhiri konfirmasinya, dan membawa Nadine, yang masih dalam pelukannnya masuk ke dalam mobilnya, dan pergi dari tempat yang masih ramai dengan para pemburu berita yang mengabadikan momen-momen ketika keduanya masuk ke dalam mobil.

“Sudah cukup puas dengan konfirmasiku hari ini….?” Tanya Donghae saat mereka berada didalam mobil.

“Iya, terima kasih…” Jawab Nadine bernada berat. Setidaknya esok tidak akan ada lagi kerumunan disekitar butik, atau komplain Mr. Hong tentang ketidaknyama-nannya dimana itu juga bagian dari konversi ketidaknyaman pengunjung butik yang beberapa diantara mereka adalah selebritis.

“Sudah makan…?” Tanya Donghae sekali lagi dimana Nadine sedang menatap jalanan kota Seoul yang mulai didatangi daun2 kering karena musim gugur yang membalut kota itu.

“Hanya makan burger, aku tidak bisa keluar karena kerumunan nyamuk itu….” Donghae tersenyum kecil mendengar Nadine membuat nama untuk para pemburu berita juga ELF yang penasaran padanya.

“Kita makan dulu…” Ucap Donghae memarkirkan mobilnya disebuah rumah makan menurut Donghae tapi Nadine melihatnya seperti rumah.

“Selamat Datang… Aah, Donghae-ah… Lama tidak berkunjung, apa kabarmu…?” Sapa pemilik rumah makan itu yang terlihat akrab dengan Donghae ketika mereka sudah masuk ke dalam.

“Baik Bi… Apa kabarmu…?” Tanya Donghae kembali.

“Kau lihat, aku masih hidup, masih bisa tertawa juga masih bisa berjualan… Duduklah… Kau bersama?” Sejenak pemilik kedai itu diam saat melihat Nadine. “Ini…. ” Ucapnya sekali lagi menunjuk pada Nadine, sementara gadis itu sedikit membungkukkan badannya sambil tersenyum.

“Apa kabar? Senang bertemu denganmu, Bi..” Sapa Nadine.

“Dia kekasihku… Bibi sudah melihatnya ditelevisi pastinya…” Pemilik kedai itu hanya mengangguk tanpa menjawab Donghae.

“Mau pesan apa…?” Tanya pemilik kedai pada mereka, bukan, pada mereka tapi sorot matanya tertuju pada Nadine yang masih menjelajahi setiap sudut rumah makan itu.

“Seperti biasa Bi… ” Jawab Donghae singkat, Nadine hanya melirik pada sang pemilik kedai yang terlihat sudah tau apa yang biasa dipesan Donghae.

“Memang apa yang biasa kau makan….?” Tanya Nadine penasaran.

“Pokoknya enak dan kau menyukainya…” Jawab Donghae percaya diri.

Nadine kembali diam dan tertunduk, kemudian ia mengeluarkan sebuah buku sketsa beserta pensil, kemudian mulai mencoret-coret di dalamnya. Sementara Donghae hanya diam memperhatikan gadis dihadapannya yang terlihat serius pada coretannya, ada beberapa lembar rambut jatuh dihadapannya. Mata Donghae menyusuri wajah Nadine. Kulit cokelat dengan sapuan make up tipis dan bibir tipis hanya berlapis lisptik pucat berwarna pink, juga dagu yang sedikit lancip. Garis wajah gadis dihadapannya memiliki tulang rangka wajah Eropa yang terlihat jelas namun mata yang tanpa kelopak berwana kecoklatan, dan kulit cokelatnya pun menjadi ciri dari perpaduan Asia.

“Ada yang aneh diwajahku…?” Tanyanya tanpa melihat Donghae.

“Boleh kupegang kepalamu…?” Izin Donghae.

“Untuk…?”

“Hanya ingin memeriksa, apa kau memiliki mata dipuncak kepalamu…” Jawab Donghae santai.

Nadine menyeringai, ia menyandarkan tubuhnya dikursi matanya menatap Donghae yang menenggak air mineral dingin sambil melirik padanya. “Apa yang menarik darimu sampai mereka rela memburumu kemanapun kau pergi….?”

“Tidak tau… Tanyakan pada mereka… ” Jawab Hae meletakkan gelasnya sambil mengangkat bahu. “Menurutmu, bukan berdasarkan pandanganmu… Apa yang menarik dariku?” Tanya Hae pada Nadine sambil melingkarkan ujung telunjuknya pada permukaan gelasnya yang berembun.

“Tampan?”

“Lalu?” Donghae tersenyum.

“Entah pesona apa yang keluar darimu hingga terkesan kau sedikit pembual juga bajingan tapi… Membuat penasaran…” Jawab Nadine lambat-lambat dan Hae menolehkan kepalanya kekiri sambil mengusap bibir bawahnya dengan lidahnya.

Ada rona semu dipipinya, “Hanya sekedar penasaran atau juga ada rindu yang berjalan beriringan dengan rasa penasaran itu bila aku jauh darimu…?” Ucap Hae melipat kedua tangannya dimeja dan sedikit mencondongkan tubuhnya menatap Nadine.

“Cih, percaya diri sekali… Tapi jujur kuakui, aku kehilangan ledekanmu juga bualanmu selama seminggu ini.” Ungkap Nadine mengetukkan pensilnya diatas meja.

Hae menatap lekat padanya, “Kemari… Majukan tubuhmu…” Ucap Hae pada Nadine yang terus menatap bola mata coklat gadis itu yang mulai mencondongkan tubuhnya kearah Hae.

“Aku merindukanmu Nona Lee…” Lirih Hae mengangkat tubuhnya dari kursi kemudian melekatkan bibirnya dikening Nadine.

Mata Nadine terbelalak lebar merasakan lembutnya sentuhan bibir Hae dikeningnya. “Anda mulai berani bergerak Tuan Lee…” Ucap Nadine saat kesadarannya kembali.

“Waktu satu tahun bila tidak bergerak cepat… Lalu, apa hubungan ini hanya sekedar percakapan juga pelarian dari para pemburu berita.” Jawab Hae, dan keduanya sama-sama melipat kedua tangannya dimeja dan saling bertatapan.

“Bukankah hubungan kita hanya status sementara…? Lalu apa harus ada kontak tubuh seperti tadi?” Tanya Nadine mulai mengkoreksi apa yang salah dari status pura-pura dan segala kontak tubuh yang akan terjadi. Juga mimpinya dan berharap itu tetap hanya mimpi.

“Ini pesanan kalian… Maaf menunggu lama…” Pembicaraan mereka tertahan karena pemilik kedai datang membawakan hidangan mereka.

“Terimakasih Bi…” Ucap Hae.

“Selamat menikmati….” Jawab pemilik kedai itu.

” Apa ada pesta?” Ucap Nadine pada Hae saat melihat hidangan dihadapannya yang begitu banyak.

“Pesta peresmian hubungan kita… Apa lupa aku baru saja mengenalkanmu pada publik…?” seloroh Hae dengan senyum khasnya. Nadine menatap Hae saat mendengar jawaban laki-laki itu yang hanya tersenyum membalas tatapannya.

“Aku tidak bisa menghabiskan semua ini…” Ucap Nadine kembali.

“Untuk makanan ini, tenang ada aku yang membantu menghabiskan semuanya… Kekasih itu saling membantu dan melengkapi bukan?”

Nadine meletakkan kembali sumpit yang baru saja dipegangnya, wajahnya seperti berharap laki-laki ini tidak lagi mengucapkan bualan yang membuat perutnya bergolak dan tidak dapat menerima makanan.

“Dasar pembual! Perutku hilang lapar akibat bualanmu itu. Jadi tolong hentikan jika mau kubantu untuk menghabiskan hidangan ini.” Tegas Nadine pada Hae.

“Baik Nona… Kita makan, hanya makan tanpa bicara… Tapi tetap boleh menatapmu kan?” Seloroh Hae dan Nadine mengangkat kepalanya lalu menatap laki-laki itu sedikit mendelik.

Satu jam kemudian mereka berdua keluar dari rumah makan itu dan Hae kembali meluncurkan kendaraannya menyingkap malam dikota Seoul.

“Aku menyukai pergantian musim… Begitu tenang dan terkesan gemulai memasuki bumi.” Desah Nadine membuka jendela membiarkan udara dingin musim gugur menyentuh wajahnya.

Saat berhenti dilampu merah, Hae memasangkan syal keleher Nadine yang sedikit membuat gadis itu terkejut. “Terima Kasih…. ” Ucap Nadine merapikan syal dilehernya.

“Mengapa menyukai masa pergantian musim?” Tanya Hae melirik sekilas pada Nadine kemudian kembali fokus.

“Entahlah, aku menyukai prosesnya… Lihat, saat musim gugur nyaris pergi dan akan digantikan musim dingin… Dedaunan begitu ikhlas menjatuhkan diri kebumi dan saat musim dingin tiba, kita begitu senang saat salju pertama menyentuh tubuh kita… ”

“Mau duduk dulu ditaman sana… ?” Tawar Donghae ketika hampir mendekati sebuah taman, Nadine mengangguk, dan Donghae langsung menepikan mobil.

Mereka berdua keluar dari mobil kemudian berjalan menuju taman. Nadine berjalan sambil mengepalkan kedua tangannya lalu menghembuskan udara dari mulutnya untuk mengusir dingin. Tiba-tiba Donghae menarik kedua tangan itu lalu menggandeng tangannya, lalu memasukkan tangan tersebut kesaku jaketnya. Nadine hanya diam menatap Donghae yang juga balas menatapnya.

“Di London sana, sepasang kekasih juga seperti ini kan…?” tanyanya, dan Nadine hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

“Mungkin lebih erat lagi seperti ini… Kenapa aku jadi terbiasa dengan sikapmu yang menyebalkan ini…?” Keluh Nadine sambil mengaitkan tangan kirinya pada lengan Hae.

“Ini benar2 seperti sepasang kekasih nyata…” Gumam Hae menatap lurus kedepan. Mereka berjalan lambat menikmati malam dimusim gugur di Kota Seoul.

“Oh ya, kau belum menjawab pertanyaanku tadi…?” Ucap Nadine saat mereka masih berjalan menyusuri taman.

“Pertanyaan yang mana?”

“Korelasi antara status sementara dengan kontak tubuh.” Jelas Nadine melirik pada laki-laki disisinya yang tengah menggenggam erat tangannya didalam saku. Donghae hanya tersenyum tanpa menjawab apapun, sesaat ia melirik pada Nadine kemudian kembali menatap lurus kedepan.

 

Apartemen Nadine, Nadine POV,

“Terima Kasih.” Ucapku saat kami sudah tiba didepan pintu apartemenku.

“Terima Kasih untuk…?” Ada nada sumbang dalam pertanyaannya dan aku tidak tau mengapa.

“Untuk sore hingga malam ini… Penyelamatan dari butik diiringi konfirmasi, lalu makan malam juga jalan-jalan dan syal ini….” Terangku menyandarkan diri pada pintu.

“Baiklah kalau hanya untuk itu.” Desahnya berat sambil tertunduk menatap ujung sepatunya.

“Maksudnya?”

“Tidak ada apa-apa… Masuklah, semoga istirahatmu menyenangkan dan bisa bermimpi indah… Bukan migrain seperti kemarin.” Ucapnya dengan menatapku dan tatapan itu seperti bicara namun aku tidak tau ia ingin mengungkapkan apa.

“Oh, aku juga belum berterima kasih untuk itu…” Ingin kulupakan kejadian itu dimana dia kemari untuk pertama kalinya dan melihatku berpakaian yang begitu terbuka.

Mengingat malam itu mengapa aku teringat mimpi itu. Gurat wajahnya, mengapa pandanganku tertuju pada bibirnya. Demi Tuhan ini gila.. Aku baru mengenalnya mengapa bisa otakku terus menjerumuskanku kearah pikiran aneh itu.

“Jangan dipikirkan… Itu gunanya kekasih bukan harus selalu ada disisi pasangannya dalam kondisi apapun? Dan aku senang melihatmu tidur nyenyak didadaku…” katanya bangga.

Kenapa harus menyebut itu? Tapi tidak kupungkiri aku bermimpi indah karena hamparan dada bidang itu. “Jangan membuatku malu! Aku tidak sadarkan diri waktu itu jadi jangan berpikiran macam-macam…” Aku mencegah kesemuan terlihat diwajahku.

“Sekalipun kau sadar, kau juga tetap menikmati dekapanku seperti tadi sore.” Ia mengingatkanku kembali, lebih baik cepat pergi daripada aku terus berkhayal yang tidak-tidak.

“Selamat malam Donghae-ssi… Hati-hati berkendara.” Aku membalikkan badan memutar gagang pintu kemudian beranjak masuk, namun saat kututup pintu ada kaki yang menahannya.

“Setidaknya tawari aku secangkir kopi untuk menghangatkan tubuhku…”

Kopi, ceret, pelukan, ciuman… Mengapa semua menari dikepalaku, itu hanya mimpi! Dan wajahnya, mengapa memasang wajah memelas seperti itu dan tatapan yang membuatku mempersilahkan dirinya masuk. Oh, semoga mimpi itu tidak jadi kenyataan, akan kuucapkan terus doa itu dan berharap kontaminasi otakku karena Yoonripun berkurang.

“Aku tidak terbiasa membawa laki-laki masuk kedalam rumahku.” Sekedar pemberitahuan padanya agar dia mengerti, dan berjaga-jaga kalau saja ada paparazzi yang mengikuti langkahnya.

“Kalau laki-laki itu… Juga tidak pernah masuk kemari…?” Selidik atau cemburu aku tidak tahu jelas, tapi pertanyaannya menunggu jawaban tersirat dari wajahnya. Dia membicarakan Taecyeon.

“Dulu pernah… Saat masih menjadi kekasihku, tapi sekarang tidak…..” Aku membuka jaket dan meletakknya di kaitan mantel yang terletak di balik pintu saat ia mulai melangkah kedalam dan melakukan hal yang sama menggantungkan jaketnya pula.

“Oh, berarti aku boleh… Karena aku sekarang kekasihmu…” Jawabnya penuh percaya diri.

“Terserah… Kau selalu punya alasan untuk menjawab semua pertanyaan juga penyataanku…” Sungutku menuju pantry kemudian menampung air diceret lalu menyalakan kompor.

Sejenak kutinggalkan dia untuk berbasuh dan mengganti pakaianku dengan pant dan kaos besar yang tidak seperti biasa kukenakan jika hendak tidur. Saat aku kembali ke pantry kulihat ia sedang membersihkan sofa dan err, seluruh ruangan?

“Ada apa..? Apa ada yang kotor atau tumpah…?” tanyaku kaget.

“Tidak ada… Hanya mencoba menghilangkan aroma juga jejak lain saja…” Jawabnya yang duduk bersandar sambil mengibaskan kemejanya yang 3 kancingnya terbuka karena keringat setelah berbenah.

“Oh… Biar hanya ada jejakmu saja yang tertinggal disini… Apa begitu maksudnya Donghae-ssi?” semakin lama aku semakin bisa mengerti dia rasanya, uh!

“Begitulah… “Selorohnya santai sambil memindahkan channel tivi.

Kuberikan sebuah mug sedang berisi kopi krim padanya lalu duduk dihadapannya. Ia terlihat banyak diam kali ini, apa yang dipikirkannya aku tidak tahu, tapi sepertinya itu serius.

“Berapa lama kalian berhubungan…?” Baiklah ini penyelidikan terhadapku, sepertinya ia diam karena itu. Ya ampun…

“Satu tahun…”

“Kenapa berpisah…?”

“Ia jatuh cinta pada gadis lain…”

“Kenapa membiarkannya…?”

“Apa harus memaksakan sesuatu? Seperti dirimu maksudnya… Lalu, apa jadinya kalau aku masih berhubungan dengannya? Anda akan tetap sendiri Tuan Lee…?” ledekku.

“Emm, ternyata aku masih dalam jangkauan pikiranmu ya, Terima Kasih.” Ada guratan senyum diwajahnya dimana ia tertunduk menatap kopinya.

“Tapi memang itu yang kau mau bukan?” Celetukku dan ia kini tersipu, dan aku mengakui kalau ia begitu menggoda saat seperti ini.

“Kopiku sudah habis. Baiknya aku pulang, istirahatlah… Besok harus bekerja bukan?” Ujarnya meletakkan mug yang sudah kosong diatas meja kemudian melangkah menuju pintu dan aku hanya mengikutinya.

“Hati-hati berkendara…” pesanku datar.

Dia diam dan menoleh padaku, tatapan itu… Mengapa aku mengingat tatapan itu, jangan terlalu menggoda seperti itu! Aku mungkin akan menyerah dan mengingat mimpi itu lagi. Dan ia melangkah mendekatiku, pelan.

Ia merapat padaku dan aku mundur melekatkan tubuhku pada dinding. “Lusa aku harus pergi ke Hongkong…” Bisiknya saat tepat dihadapanku. Jelas kunikmati wajahnya kini, benar-benar ada pesona yang, pantas saja membuat penggemarnya histeris.

“Jaga kesehatan disana.” Sahutku datar lagi.

“Aku akan merindukanmu… Karena akan dua minggu disana… Apa yang akan kulakukan nantinya? Maukah menjawab telefonku atau membalas email juga pesanku agar aku tetap merasakaan kalau kau ada…?” Lirihnya yang membuat jantungku bergetar, dia juga kemudian mengambil beberapa helai rambutku dan menyelipkannya di telinga.

Darimana ia bisa merangkaikan kata yang bisa membuai seperti ini dan tatapan itu penuh harap untukku mengabulkan pemintaannya. “Apa selalu menyebarkan kata-kata romantis seperti ini?”

“Tidak, ini terjadi hanya padamu… Jawab pertanyaanku, apa mau melakukannya?” Ucapnya sekali lagi, dan ini begitu dekat semoga ia tidak mendengar buru jantungku.

“Akan kulakukan… Akan kuangkat panggilanmu dan kubalas email atau pesan singkatmu…” jawabku, entah mengapa, tak bisa menolaknya.

“Terima kasih.” Ada kilat cahaya dari matanya dan sedikit perasaan tak rela muncul ketika ia bergerak mundur menjauh dariku.

Ada apa denganku? Apa aku sudah tersentuh pesonanya? Mengapa hati kecilku berharap ia membalikkan badan lalu kembali mendekat padaku?

Bagai ada getaran yang tak tampak oleh kasatmata dimana dia seolah mendengar harap dalam hatiku. Telepati atau getaran apapun itu seolah secepat kilat sampai dan membisikkan permintaan hatiku padanya. Jantungku kali ini berdetak dengan ritme tidak beraturan dan semakin cepat saat ia kembali mendekat dan tangannya terulur mengusap kepalaku. Taecyeon dulu juga melakukan ini tapi tidak sama rasanya. Mengapa usapan ini begitu membuatku nyaman dan menjadi berharap ia terus melakukannya lagi. Buku-buku jarinya kini menyentuh pipiku seolah telapak kekar itu dapat melindungi permukaan pipiku sepenuhnya. Apa yang harus kulakukan saat ibu jarinya kini mengelus bibir bawahku, haruskah aku menepisnya…? Tidak, aku tidak mengharapkan itu, aku tetap berharap ia terus mengusapnya. Sendi-sendi pada lututku bagai terpisah tidak lagi menopang sempurna tubuhku. Ini terlalu hangat dan ini begitu lembut! Dan oh, oh, tidak… mengapa mimpi itu jadi nyata..? Dia menciumku‼!

Tangan kanannya kini bersembunyi dibalik rambutku yang tergerai, menyentuh tungkukku dan makin memperdalam ciumannya. Ini yang kukhawatirkan dari mimpi itu, andai nyata aku takut aku tidak akan bisa menolak dan mungkin akan menikmati ciuman ini. Dan kini semua nyata, sentuhannya membuatku membuka mulut seolah menyambut undangannya. Kepala kami bergerak berlawanan arah mengikuti intensnya lumatan ini dan lidahnyapun kini memberi usapan dan dorongan pada lidahku. Aku tahu, aku merasa kalau oksigen dalam tubuhku mulai menipis tapi aku tidak rela bila tautan ini terlepaskan. Ia mengendurkan ciuman ini dimana bibir kami masih saling menyentuh namun tak terkait. Tanganku yang tergantung diam tanpa gerak sebelumnya kini refleks menarik kemejanya agar ia kembali merapat padaku. Rasanya tidak rela ia melepaskan tautan ini. Sesuatu yang gila merasukiku, membawaku melambung dan terus masuk kedalam dunia khayal yang terlarang. Lumatannya memancing hasrat yang seharusnya tidak bangkit dari tidurnya kini mulai menguasai diriku! Entah harus menggunakan rumusan apa untuk menetralisir semua pesona dan buaiannya, yang jelas aku menikmati dan bahkan menginginkan sentuhan lebih.

Aku menyesap bibirnya lambat, intens dan dalam, ia meladeninya tersirat sorak sorai karena umpannya terpancing sempurna padaku. Dia balas mengecup dan mengulum lidahku, dan kini tangannya merangkul pinggangku membuat tubuh kami tanpa jarak, segala perubahan didirinya kini terasa bahkan untuk suatu bagian yang paling sensitive di tubuhnya. Sela jariku penuh terisi rambut hitamnya, gerakan otot rahangnya begitu terasa saat aku menyentuh pipinya. Dimana kau menyimpan kekurangmu Lee Donghae? Mengapa semua terasa begitu sempurna, mengapa kau beri kelembutan namun langsung berubah menjadi liar ketika aku meladeninya. Tangankupun begitu bebas merasakan area bidang itu karena sengaja menyusup masuk kedalam kemejanya yang terbuka, otot-otot dadanya mengeras dan ini benar-benar tempat yang nyaman untuk bersandar. Ia melepaskan tautan diantara kami dan kini bergerilya menyentuh leherku, sengatan listrik bagai mengalir kedalam darahku menciptakan desah dan panas yang membakar hormon dalam tubuhku, seluruh sarap motorikku hanya menyampaikan pesan untuk aku mengikuti permainan ini. Usapan tanganku yang didadanya kini menjadi gelayut manja dilehernya begitu juga usapan tangannya dipinggangku. Gerakan liar dari tubuhku karena aliran sensasi ini membuat kaosku terangkat dan kurasa kini tangannya menyentuh kulitku tanpa halangan. Ini terlalu cepat, ini terlalu liar, aku harus menghentikannya, tapi sentuhan dileher ini…. Tidak bisa aku berbohong kalau aku tidak menikmatinya, seolah ini sudah terjadi dan kurasakan diwaktu sebelumnya.

“Donghae-ssi…. Eumph… Kumohon…” Suaraku bergetar dan aku tidak peduli kalau ia mendengar dan mengetahui kalau getar itu berasal dari ulahnya.

“Sayang…” Bisiknya saat melepaskan ciumannya dileherku dan kini menatapku sambil mengelus wajahku dengan tangannya. Mengapa harus memanggilku dengan sebutan ini, ini terkesan kami memang saling memiliki dan terikat kuat. Aku menyodorkan pipiku, seperti seekor kucing yang menginginkan elusan manja dan minta dibelai.

“Andai kita terus melanjutkan ini dan sama-sama terbuai karenanya… Akankah esok hari kau akan membenciku…?”

 

Donghae POV,

“Sayang, Andai kita terus melanjutkan ini dan sama-sama terbuai karenanya… Akankan esok hari kau akan membenciku…?”

Aku sadar ini terlalu cepat dan mungkin terkesan memaksa. “Ap-apa ma-maksudnya…?” tanyanya gugup.

Aku tersenyum, walau ingin aku terus dalam buaian itu namun aku tidak ingin dia membenciku dan membuatnya nanti merasa begitu rendah hingga aku akan menyakitinya. Kugenggam tangan kanannya lalu menciumi punggung tangan itu kemudian mengecup satu persatu jemarinya.

“Aku tidak tau harus berkata dan berfikir apa… Pergilah…” Jawabnya mencoba menarik diri menjauh dariku.

“Sayang, jangan berpikiran apapun dan merasa malu atau marah… Kita sama-sama terbawa suasana. Dan aku memang yang memancingnya…” Aku mencoba mendekatinya yang menjauh dariku dengan menyibukkan diri membereskan mug-mug bekas kopi.

“Aku tidak tau apa yang sudah merasukiku hingga aku terpancing karena ulahmu…” dia mulai menyalahkan diri.

“Hei, jangan seperti itu… Aku yang terlalu ingin memiliki dan menguasaimu, begitu kau membuka diri menyetujui semua… Aku yang terlalu percaya diri seolah kau adalah milikku utuh… ” Bisikku meletakkan kedua tanganku dipundaknya dan sedikit tertunduk mencari wajahnya agar melihat padaku. “Aku tau… Terima kasih untuk mengingatkan semua ini, aku tau ini terlalu cepat… Entah apa yang kupikirkan, jujur dari sikapmu beberapa waktu ini… Seolah kita sudah berhubungan dan mengenal begitu lama… Aku juga tidak berfikir, apa aku akan menjauh bila kita melanjutkan hal tadi atau akan ada yang lebih buruk lagi dari yang kubayangkan…” Ada serabut muram diwajahnya dan entah apa yang ia kira dan ia pikirkan tentang hubungan ini. Aku tidak berani bersuara.

“Pulanglah dan beristirahat… Semoga syutingmu lancar…” Ia mengusirku secara halus dan aku juga tidak ingin terlalu lama dihadapannya karena kutakutkan hal tadi terulang kembali. Aku merasakan ada potensi dalam diriku yang masih menginginkan hal itu. Mulai dari memeluknya, kemudian menciumnya, dan bisa-bisa kami mungkin berakhir di tempat tidur. Dia benar, ini terlalu cepat.

“Baiklah… Kau juga beristirahat, aku pamit pulang juga pamit untuk berangkat lusa nanti… Jaga kesehatanmu… Langsung beritahu aku bila para pemburu berita itu mengganggumu…”

Ia mengangguk dan menghindar untuk menatap mataku. Saat membuka pintu pun, ia masih seperti itu, hanya sesekali melirik padaku lalu mengalihkan kembali pandangannya. Namun toh akhirnya sekilas senyum dan lambaian tangan darinya kudapatkan sebelum ia kembali menutup pintu. Aku termangu didepan lift kemudian menoleh kembali kearah pintunya. Mengapa aku melakukannya? Tapi mengapa aku juga tidak menyesalinya? Dan ada sedikit rasa tidak merela untuk melepasnya.

 

Apartemen Jung Hoon,

“Kau sadar dengan apa yang kaulakukan Lee Donghae…? Saat publik mengenalnya dan hubungan kalian terekspose… Semua tidak selesai sampai disini, akan ada masalah lain atau mereka mencoba mencari tahu tentang dirinya.” Teriakan manajerku ini kudengar tapi pikiranku sedang tidak diruangan ini.

Pikiranku masih berkelana pada kejadian tadi. Apa yang dilakukannya sekarang? Apa yang dipikirkannya sekarang?. “Lee Donghae… Donghae, apa kau mendengarkanku…? Yak, Donghae!!!”

“Oh… Kau bicara padaku Hyung…?” tanyaku polos.

“Bukan, aku bicara pada tembok kamarku! Jangan bermain api, panasnya nanti bisa membakarmu…” Kiasan yang dipakai untuk mengingatkanku agar tidak jatuh cinta padanya.

“Aku sudah terbakar Hyung… Entah akan menjadi bara atau mungkin akan menjadi abu lalu tidak berbekas karena tersapu angin… Aku tidak tau… Yang jelas, aku sudah menyalakan api itu dan membiarkannya terus membakarku…” Jawabku menatap padanya yang kini duduk diseberangku.

“Terserah padamu! Aku sudah mengingatkan, kalian sedang dalam masa transisi… Entah kalian akan menghilang atau kalian kembali dan menguasai lagi dunia hiburan. Tapi ingat, jangan campurkan masalah hatimu dengan keadaan ini yang mungkin nanti berdampak akan menyakitinya.”

“Aku tau… Dan aku akan berhati-hati. Aku numpang tidur disini… Aku terlalu lelah untuk kembali kerumahku.” Kurebahkan tubuhku diatas sofa, namun beberapa saat Hyung sudah membawakan bantal dan selimut.

“Istirahatlah, lusa kita berangkat…”

 

Author,

Donghae memejamkan mata namun bayangan atas kejadian tadi masih jelas menari dalam pikirannya. Sebuah kesalahan besar yang dilakukannya, ia mencium gadis yang baru saja diproklamirkan menjadi kekasihnya. Setidaknya ia sendiri yang sudah membangunkan hormonnya sendiri yang sudah lama terabaikan. Dan yang tidak disangka olehnya saat gadis itu menyambut hangat ciumannya juga letupan panas yang menelusup dalam tubuhnya saat geliat tubuh gadis itu membuat kaosnya sendiri terangkat hingga tangannya leluasa menyentuh tubuh gadis itu tanpa penghalang.

Donghae memiringkan tubuhnya menghadap pada sandaran sofa. Ia menyadari semua terlalu cepat dan itu adalah kesalahan tapi ia masih tetap ingin menyentuh gadis itu, memeluknya dan menciumnya lagi. Pandangannya nanar dalam kegelapan.

 

Ditempat berbeda,

Nadine memeluk bantal dalam pangkuannya diatas tempat tidurnya. Ia kemudian meraba permukaan bibirnya dan masih merasakan lekatnya bibir Hae padanya. Kini usapan tangannya menurun pada lehernya, sentuhan basah itu masih terasa hangat dan masih terasa hembusan nafas yang tadi menderu dari bibir laki-laki itu menyentuh pori-porinya. Andai akal sehat mereka tidak bersuara saat itu, mungkin akan terjadi pergulatan panjang dan melelahkan dari semua dampak ciuman itu, hanya dari ciuman.

Desah nafas Nadine begitu berat saat ia merebahkan tubuhnya dan menarik selimut. Mengapa semua terkesan biasa dan sudah lama mengenalnya? Mengapa ia harus menyambut undangan bibir laki-laki itu dan terus melayaninya? Sesuatu yang gila, apa yang terjadi dengan status pura-pura mereka nanti, dan ini berbeda saat dulu ia berhubungan dengan Taecyeon dimana ia hanya mencoba mencari tahu apa yang salah dari pria Korea dan mengapa Kakeknya begitu keras menjaganya agar tidak berhubungan dengan pria Korea, sementara dulu hubungan ayah dan ibunya ditentang karena sang ayah nyaris tidak berwajah Asia dan tidak pula memiliki marga Korea.

Penghianatan, itu yang didapatnya saat setahun berhubungan dengan Taecyeon. Setidaknya sang ayah jauh lebih baik walau tanpa marga dan darah Korea yang mendominasi tubuhnya, tapi sang ayah tetap setia bersama ibunya sampai kini dimana mereka harus terpisah jauh dari dirinya. Dan kini, apa pria ini… Pria yang memintanya hanya menjadi kekasihnya selama setahun, samakah ia seperti Taecyeon? Adakah hanya mempermainkannya atau benar-benar menginginkan hubungan ini berlanjut? Bila hanya pura-pura, mengapa harus ada kontak fisik yang membuatnya hilang kendali dan menjadi kecanduan untuk terus ada dalam tubuh panas laki-laki itu?

*           *           *

Seminggu berlalu setelah Donghae pergi ke Hongkong untuk melanjutkan syutingnya. Setidaknya, masih seminggu lagi Donghae kembali dan mereka akan bertemu. Nadine disibukkan dengan show peragaan busana atas design terbaru dari Mr. Hong. Segala proses dan kelengkapan acara dipercayakan padanya, walau tetap komentar pedas juga segudang kalimat kritikan dari bibir atasannya itu menghiasi seluruh aktifitasnya.

Tring!

I-Phone Nadine berbunyi saat ia baru saja tiba diapartemennya dan sejenak merebahkan tubuhnya menghilangkan penatnya dimana hari ini kembali lembur. Ia melihat layar I-Phonenya, pesan singkat dari 3 huruf yang dikenalnya.

From : LDH

Annyeong..  Apa merindukanku…?

Nadine tersenyum membaca isi pesan itu.

To : LDH

Hai, apa kabar…? Sudah dihotel atau sedang break syuting..?

From : LDH

Sudah dihotel, baru saja selesai mandi…

Sudah mau tidur..?

To : LDH

Belum, baru saja kembali… Masih sibuk, lusa ada peragaan busana… Minggu yang melelahkan..

From : LDH

Baru kembali…? Apa Hong Ajumma itu menyiksamu?

Katakan padaku, biar saat pulang nanti aku yang akan memarahinya karena menyiksamu…

Nadine tertawa lebar menatap tinggi layar I-Phonenya, ia membalikkan tubuh membalas pesan singkat Donghae.

To : LDH

Kuberitahu Mr. Hong kalau kau menyebutnya Ajumma, biar tidak ada pakaian baru lagi yang diberikan padamu…

From : LDH

Pengadu….

Sedang apa…? Apa sedang memikirkanku…?

To : LDH

Aku masih terbaring meluruskan pinggang dan belum mandi…

Maaf, belum punya waktu untuk memikirkanmu…

From : LDH

Malangnya nasibku, memiliki kekasih tapi tidak dirindukan…

Setidaknya ingatlah bagaimana hangatnya dekapanku..

Andai bisa berbaring bersebelahan diatas tempat tidur yang sama…

Emm, perlu kumandikan? Kalau dijawab IYA, aku langsung terbang malam ini juga untuk sampai ketempatmu..

Nadine mengabaikan pesan dari Donghae menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Ini kesekian kalinya dia melakukan hal itu, mengabaikan pesan bila Donghae mulai mengeluarkan kata2 yang membuatnya teringat pada kejadian itu. Sekuat hati ia ingin melupakan kejadian malam itu namun berulang kali laki2 itu tanpa sengaja mengeluarkan kata2 yang membuatnya mengingat kembali malam itu.

From : LDH

Hai Nona… Merajuk lagi, mengabaikanku… u,u

To : LDH

Baru selesai mandi…Sudah kubilang jangan menyampaikan kata-kata yang mengundang!

From : LDH

Baik Sayangku…

Aah, lelah ini tidak bisa hilang kalau belum melihatmu…

To : LDH

Pembual… Istirahatlah, sudah malam..

Jangan lupa makan dan istirahat cukup..

From : LDH

Semoga peragaan busananya berjalan lancar..

Tidurlah, mimpikan aku ya…

Aku merindukanmu…

To : LDH

Selamat malam, semoga mimpi indah…

From : LDH

Tidak mengatakan sesuatu?

Setidaknya bilang merindukanku dan mengharapkan aku cepat kembali

Atau, katakan Aku Mencintaimu…

To : LDH

IYA….

From : LDH

IYA untuk yang mana…?

Merindukanku, Menginginkanku kembali atau Mencintaiku…??

To : LDH

*Maaf, nomor yang anda tuju sudah tertidur pulas

Peragaan busana yang diadakan Mr. Hong berjalan lancar dan diapun puas akan hasil kerja Nadine. Dua hari pasca selesainya acara peragaan busana, Nadine masih disibukkan dengan pembenahan peralatan juga daftar pakaian yang laku terjual. Hari ini semua telah selesai dan rapi dikerjakannya. Kini, ia menatap layar I-Phonenya. Sama-sama sibuk hingga mereka sama sekali tidak berhubungan via ponsel dan itu membuat sedikit kekosongan dihati Nadine yang mulai terbiasa dengan ungkapan juga bualan Donghae yang terkadang membuatnya tertawa atau mengerucutkan bibirnya.

Maka, daripada terus gelisah, sore ini ia berjanji keluar bersama dengan Yoon Ri, ada bazzar disebuah pusat perbelanjaan yang membuat sahabatnya itu memaksanya ikut sebagai pengamat mode pribadi untuknya. Ia pulang cepat karena semua pekerjaan telah terselesaikan dan mau mengikuti ajakan Yoonri sekaligus mengusir sepinya, yang enggan diakuinya sama sekali.

“Kenapa lama sekali… Nanti barang incaranku habis diambil orang…” protes Yoonri sedikit kencang saat menunggu Nadine keluar dari butiknya.

“Jangan mengoceh! Kupingku lama-lama tuli mendengar ocehan terus, tidak Mr. Hong tidak dirimu… Sama saja, merutuk terus kepadaku!”

“Baiklah… Ayo cepat, kita naik taksi saja… Busnya baru saja lewat, menunggu yang berikutnya terlalu lama.” Yoonri menarik tangan Nadine saat ia melihat sebuah taksi terhenti didepan butik tempat Nadine bekerja.

Pusat perbelanjaan ini sudah penuh sesak pengunjung, dan Yoonri tetap menyeret Nadine untuk mengikuti langkahnya. Menaiki eskalator beberapa pengunjung yang kebayakan gadis belia mulai menatap Nadine. Tiba dilantai 3, tempat busana wanita, Yoonri mulai mencari pakaian yang diinginkannya sementara Nadine hanya diam menatap gegap gempita semangat para pengunjung memilih pilihan mereka. Dan kini Nadine berulang kali menundukkan kepala saat beberapa pasang mata mulai menatap padanya. Identitas sebagai kekasih Donghaelah yang diyakininya membuat para pengunjung itu menatapnya.

“Jin-ah…. Haejin, Jinnie… Lihat, bagus tidak untukku?!” Teriak Yoonri menunjukkan dua pasang dress dikedua tangannya.

“Oh, yang kanan terkesan tua untukmu….” Jawab Nadine santai.

Yoonri menggenggam dress ditangan kirinya erat kemudian ia mulai lagi mencari apa yang cocok untuknya. Mata Nadine terfokus pada sebuah gaun selutut berwarna soft pink begitu sederhana hanya beberapa sulaman dengan warna senada menghiasi tepi dari gaun tanpa lengan itu. Ia mencari ukuran untuknya dan keberuntungannya ukuran yang dicarinya ditemukannya.

“Yoonri… Aku ke fitting room sebentar…” Teriak Nadine memberitahu sahabatnya sambil menunjukkan gaunnya.

Nadine mulai melepaskan pakaiannya dan mengganti dengan gaun itu, sedikit berputar kemudian ia mengangkat rambutnya lalu menjepitnya tinggi, membiarkan beberapa luruh kembali dipundaknya.

Dreet dreeet dreet.

Nadine menyentuh layar unlock pada I-Phonenya saat nama yang tertera dilayar 3 huruf yang dikenalinya.

“Hallo.”

“Sedang apa…? Mengapa suaranya ribut sekali..?”

“Mengantar Yoonri berbelanja karena ada bazzar….”

“Oh, kau juga mencari sesuatu disana..?”

“Tidak sengaja menemukan sebuah gaun dan kini sedang kucoba…”

“Aktifkan video callnya, aku ingin melihatnya…”

“Untuk apa…? Hanya gaun biasa…”

“Ayo, aku tunggu!” desaknya.

“Kenapa suka sekali memaksa? Baiklah, tunggu sebentar.”

Nadine mengaktifkan video call dan mulai memperlihatkan gaun yang dikenakannya. “Sudah puas… Kumatikan ya, aku mau ganti baju.”

“Belum jelas…. Tunggu sebentar… Mau ambil gaun itu…?”

“Entahlah masih ragu… Kalaupun diambil mau kemana…?”

“Warnanya cerah dikulitmu… Ambil saja…”

“Benarkah, apa tidak terlihat pucat…?”

“Cantik… Ambil saja, kulitmu cerah kok… Lusa aku kembali dan pakai gaun itu.”

“Heh, untuk apa? Kenapa harus memakainya?”

“Kencan… Kita makam malam bersama…”

“Sudah kututup dulu, aku mau berganti pakaian… Sudah banyak yang antri diluar sana.”

“Biarkan tetap aktif… Aku kan mau lihat kalau tanpa gaun…”

Tut Tut Tut Tuuuut‼!

Nadine mematikan I-Phonenya lalu berganti pakaian. Nadine kemudian membawa gaunnya dalam antrian kasir, dan saat ia tiba didepan kasir kembali ponselnya berbunyi.

“Hallo…”

“Sinyal ponsel sepertinya tidak begitu baik… Ketika dirimu berganti pakaian tiba-tiba ponsel ini mati.”

“Oh… Sayang sekali ya…”

“Ini milik anda, Nona…?” Tanya kasir pada Nadine yang dijawab anggukkan olehnya.

“Jadi membeli gaun tadi kan?”

“Iya… ”

“Kalau begitu, lusa jemput aku dibandara. Lusa aku kembali, dan saat jemput pakai gaun itu.”

“Maksudnya? Tunggu, jangan buat keputusan sendiri!”

“Pokoknya jemput aku dibandara! Lusa aku sampai sore hari, jadi tunggu disana dan pakai gaun itu… Nanti kukabari lebih lanjutnya.”

“LEE DONGHAE!!!” Semua pengunjung didekat Nadine menoleh padanya, membuat gadis itu menunduk lalu cepat mengambil gaunnya dan bergerak menjauh dari depan meja kasir.

Identitasnyapun akhirnya diketahui dan banyak pasang mata akhirnya meyakini penglihatan mereka. “Kau membuatku menjadi sebuah manekin yang memakai gaun berlian… Dan sekarang menjadi pusat perhatian!” desis Nadine berapi-api.

“Sudahlah… Mereka juga sudah mengenalmu… Lusa jangan lupa jemput aku dibandara dan kenakan gaun itu juga berdandan cantik.”

“Lee Donghae… Hallo, Lee Donghae…?”

“Haejin… Aku sudah selesai…” Teriak Yoonri dengan tangan yang penuh belanjaan.

“Ini semua milikmu…?” Mata Nadine terbelalak lebar dan Yoonri hanya mengangguk sambil tersenyum.

“Sampaikan salamku pada sahabatmu itu… Ingat, lusa jemput aku… Annyeong….”

“Tunggu kita belum sepakat… Argh‼!”

“Ada apa? Kenapa marah-marah?” Tanya Yoonri penasaran melihat kekesalan sahabatnya.

“Kita pulang. Jangan bicara disini…” Kali ini Nadine yang menarik Yoonri yang cukup kerepotan dengan barang belanjaannya.

Rumah Yoon Ri,

“Apa kabar Bi?” Sapa Nadine pada Ibu Yoonri.

“Haejin… Baik, apa kabarmu? Bagaimana rasanya menjadi kekasih artis?” goda Ibu Yoonri.

“Sama saja Bi… Jangan meledek karena mendengar sesuatu dari Yoonri.” Jawab Nadine yang pipinya terlihat semu.

“Aku tidak cerita apapun! Ibu sering melihatmu ditelevisi.”

“Sudahlah… Istirahat, kalau mau makan disana masih ada makanan… Aku tinggal kedalam dulu.” Ibu Yoonri pergi ke dalam.

“Terima kasih Bi.”

“Tadi itu kenapa? Wajahmu seperti ingin menelan orang.” Tanya Yoonri saat Nadine merebahkan diri diatas tempat tidurnya, mereka sudah  pindah ke dalam kamar Yoonri.

“Donghae minta dijemput dibandara.”

“Kapan? Dia memang darimana?”

“Mengaku ELF tapi tidak tau dia kemana dan apa aktifitasnya!”

“Aku bukan stalker Donghae, aku bukan ELFISH… Kapan menjemputnya..?”

“Lusa, dia kembali dari Hongkong… Pasti banyak wartawan dan penggemarnya, apa yang mau dia buat sekarang?” Lirih Nadine.

“Eem, aku juga ingin tau… Apa dia memeluk lalu menciummu? Atau mengajakmu makan malam romantis kemudian berakhir ke hotel…” Yoonri kini ikut berandai-andai.

Bruuug‼!

“Yak, sakit tau… Kenapa senang sekali melempar baran?” Rutuk Yoonri yang dilempar bantal oleh Nadine.

“Aku pulang saja! Lama-lama otakku benar-benar terpengaruh otak yadongmu itu! Bye, salam pada ibumu…”

“Hei, kabari aku kalau kalian makan malam romantis.”

 

Hari dimana Donghae kembali,

Libur kali ini dibiarkan untuknya bermalas-malasan, terlebih Mr. Hong memberinya tambahan libur satu hari. Mata Nadine berat terbuka saat alarm berbunyi, ia bangun lalu mematikannya kemudian melihat layar I-Phonenya.

From : LDH

Hari ini aku sampai Incheon pukul 3 sore, jangan lupa jemput aku ^^

Nadine masih merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur kemudian ia kembali menarik selimut dan tertidur pulas. Saat siang ia terus bolak balik menimbang permintaan Donghae. Segala aktifitas dirumah dikerjakannya dari mulai berbenah, laundry pakaian, hingga memasak makanan untuknya tapi galau hatinya masih terus menguasainya. Nadine melirik jam dinding saat ia menghabiskan waktu dengan film, pukul 14.30. Setidaknya setengah jam lagi Donghae akan tiba di Incheon. Nadine menggigit ibu jarinya sambil bolak balik didepan televisi yang menontonnya, berulang kali pandangannya tertuju pada jam dinding. Dentang detik yang berputar seolah mengingatkannya untuk menjemput laki-laki itu. Gadis itu menelungkupkan diri diatas tempat tidurnya dengan kepala yang ditutup bantal agar tidak lagi mendengar suara pergerakan langkah dari jam dinding itu.

 

Incheon International Airport,

Donghae POV,

“Benar dia mau menjemput?”

“Benar… Aku sudah memaksanya.”

“Lee Donghae, hati-hati.”

“Tenang Hyung… Nanti tolong bantu aku siapkan semua yang kuminta tadi ya?”

“Baiklah… Semoga benar dia menjemputmu.” Junghoon nampak amat sangat tidak yakin.

“Aku yakin dia datang Hyung….”

“Aku pulang duluan… Van kubiarkan menunggu kalian ya.”

“Terima kasih Hyung.”

Kuedarkan pandangan keseluruh penjuru, walau teriakan juga kilat cahaya lampu kamera mulai menembak padaku. Tidak ada, aku terus mencari sosok gadis bergaun merah muda tetap tidak kutemukan.

Kucoba menghubunginya namun ponselnya tidak aktif.

To : Neui Yeoja

Aku akan menunggumu sampai kau datang menjemputku… Berapa lamapun aku akan bertahan disini…

…T.B.C…

64 thoughts on “My Soul in Seoul ~Chapter 3~

  1. I love how donghae treat haejin..
    I would definitely did the as haejin did..
    But imagine it that ahhhh hae why you look as sweet as sugarrrrrr?
    Lahhhhhhhhh i hate being lonely like this T_T

  2. Ah deg degan sendiri pas baca yg part kisseu nya ><
    haejin gak mau dateng ke airport gitu? Kasian donghae T–T
    lanjuuut yaa 🙂

  3. geez! jujur sekali si donghae~ org lg ganti baju minta video call.. mwahaha.. asli ngakak ngebayangin si hae nyuruh aktifin video call dgn puppy eyes-nya >.<

  4. Omooo haejin bkalan datengkn?? Kasian sm hae kl smpe ga dtg..
    Makin suka sm ni cerita kekekeke.. Ga tw knp bahasany enak bget bwt dbaca.. N ceritany makin seruuu >.<

  5. Eh tuhkan gue melting parah deh ini sumpah.. donghae sama haejin udah manis2an gtu.. donghae bener2 jatuh cinta yah sama haejin. Sedangkan haejin tinggal nunggu hatinya ngakuin klo dia juga cinta donghae..
    Haduhh tolong yah engaph banget bacanya deg deg serr nyaakk.. elaaaah jadi mupeng kn malem2 ini yah, mana suami kaga ada -_- dari ciuman? Makanya jangan mulaiin dong sayang..wkwk~ klo berduaan itu setannya banyak bener ._.
    Yaolooo~ donghae tuh niat awalnya pasti mau ngegodain doang tapi berujung dengan mengarah ke yadong dan itu bkin dia jadi jail kesannya.. aigooo donghaeee ><

Leave a reply to cenaunyukk Cancel reply